55% Masyarakat Belum Tahu Siaran TV Analog Dihentikan per 25 Agustus
Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo tengah gencar melakukan migrasi TV analog ke TV digital alias analog switch off (ASO). Apakah masyarakat mengetahui program ini?
Sebanyak 55,17% masyarakat menyatakan tidak tahu bahwa pemerintah menghentikan siaran TV analog pada 25 Agustus 2022. Dan sebanyak 44,83% masyarakat yang mengetahui hal tersebut.
Dari 1.773 masyarakat yang mengetahui program ASO ini, sebanyak 93,36% orang mendapat informasi tersebut dari TV. Lainnya sebanyak 16,24% dari bertanya langsung kepada orang yang mengetahui, 12,07% dari penjelasan langsung tatap muka, 9,70% dari media sosial, 4,23% dari media cetak/online, dan 8,07% lainnya.
Sebagian besar atau 78% dari 2.400 masyarakat mengetahui bahwa siaran TV digital tidak berbayar, dan 22% menyatakan tidak tahu jika siaran TV digital gratis.
Angka-angka tersebut berdasarkan hasil survey yang dilakukan PT Multi Utama Riset Indo terhadap 2.400 orang dari 10 wilayah layanan pada Juli 2022. Wilayah tersebut termasuk di dalamnya 11 kota yang dilakukan pengukuran kepemirsaan oleh Nielsen Audience Measurement Indonesia.
Survey dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia yakni Jabodetabek, Medan, Palembang, Banjarmasin, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.
Responden diambil dari sampel rumah tangga di tiap Wilayah Layanan dengan menggunakan metode Multi-Stage Cluster Random Sampling yang dimulai dari pemilihan kecamatan, kelurahan, RW, RT secara acak. Menggunakan metode mapping untuk pemilihan rumah tangga secara acak.
Pengumpulan data lapangan dilakukan secara tatap muka dengan mendatangi rumah responden secara acak dengan menggunakan kuesioner terstruktur sebanyak 45 pertanyaan.
Jika responden menyatakan telah menonton atau menggunakan siaran TV digital tidak berbayar maka surveyor meminta izin untuk memeriksa televisi responden.
Kementerian Kominfo juga mencatat, ada sejumlah keuntungan bagi masyarakat saat beralih ke TV digital. Pertama, bersifat gratis selamanya karena siaran TV digital bersifat free to air.
"Tidak diperlukan tambahan biaya seperti berlangganan untuk menerima siaran digital," kata Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Mulyadi dalam webinar Set Top Box: Tak Kenal Maka Tak Digital bulan lalu (18/2).
Kedua, mendapatkan gambar yang jernih. "Bagi penikmat TV digital, akan terasa perubahan kualitas gambar dan suara," ujar Mulyadi.
Pada siaran TV digital, tidak ada lagi gambar yang berbentuk semut atau noise dan berbayang di monitor.
Ketiga, masyarakat akan mendapatkan beragam fitur tambahan saat menggunakan TV digital. Misalnya, ada fitur electronic program guide atau EPG untuk mengetahui acara-acara yang telah dan akan ditayangkan kemudian.
TV digital juga mempunyai fitur early warning system alias EWS, sebagai bentuk mitigasi bencana. Saat terjadi bencana alam, pengguna TV digital akan mendapatkan peringatan. Ada juga fitur pengawasan anak atau parental lock.
Keempat, tidak memerlukan parabola karena penyiaran TV digital terrestrial, atau menggunakan frekuensi radio VHF/UHF seperti siaran analog, namun dengan format konten digital. Alhasil, masyarakat cukup menggunakan antena UHF ditambah set top box sebagai alat penerima siaran TV digital.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ismail mengatakan migrasi TV digital akan memberikan deviden spektrum digital. Itu karena, TV analog memanfaatkan frekuensi 700 MHz. Apabila sudah beralih ke digital, ruang kosong itu dapat dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi internet generasi kelima atau 5G.
Ismail menyampaikan bahwa pemanfaatan ruang kosong frekuensi bekas TV analog juga dapat berjalan selama proses migrasi.
"Daerah-daerah yang sudah bisa kami rilis untuk band 700MHz akan dilakukan secara perlahan. Dengan begitu, operator seluler yang menyiapkan jaringan untuk mendukung 5G, bisa membangun coverage band," kata Ismail.