Masyarakat Indonesia akhir-akhir ini diramaikan dengan kasus peretasan data SIM card. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kemudian menyampaikan pesan kepada peretas (hacker) untuk tidak melakukan serangan siber di Indonesia.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan pesan kepada hacker untuk tidak melakukan serangan siber di Indonesia.
"Kalau bisa jangan menyerang lah (serangan siber), orang itu ilegal kok," kata Semuel dalam konferensi pers, Senin (5/9).
Dalam perkembangan terbaru, hacker dengan nama akun Bjorka membalas pesan dari Kominfo yang memintanya untuk tidak menyerang rakyat.
"My Message to Indonesian Government: Stop Being an Idiot (Pesan saya untuk Pemerintah Indonesia: Berhenti berbuat bodoh)," tulis hacker Bjorka dalam unggahan terbarunya di situs breached, Selasa (6/9).
Sebagai informasi, Bjorka merupakan nama akun dalam situs breached yang diketahui menjual 1,3 miliar data SIM card masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Kominfo mengakui bahwa 15% - 20% sampel dari 1,3 miliar data SIM Card ponsel yang diduga bocor merupakan valid. Kominfo pun mengancam peretas atau hacker yang melakukan serangan siber.
Menurut Semuel, mengambil data pribadi secara tidak sah dapat ditindak pidana. Kebocoran data disebut melanggar dua hal, yakni administratif dan pidana.
Beberapa waktu lalu, pengguna Twitter membagikan tangkapan layar (screenshot) yang menunjukkan bahwa 1,3 miliar data pendaftaran SIM card atau kartu ponsel di Indonesia bocor.
Disebutkan juga bahwa data bocor berasal dari Kominfo. Data yang diduga bocor itu meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia layanan atau provider, dan tanggal pendaftaran.
Penjual menyatakan, data ini didapatkan dari Kominfo. Kapasitas data yang diduga bocor itu mencapai 87 Gibabita (GB). Tidak jelas berapa harga dari informasi yang diduga bocor ini.
Namun, penjual dengan nama akun @Bjorka itu menuliskan angka $ 50.000. Ia juga hanya menerima pembayaran menggunakan kripto bitcoin dan ethereum. Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya telah mengecek data-data tersebut secara random. Hasilnya, "data dan nomor valid," kata dia kepada media, Kamis (1/9).
Begitu juga Chairman lembaga riset siber CISSReC Pratama Persadha. Ia mengatakan, data pasti terkait SIM Card yang dijual itu mencapai 1.304.401.300 baris.
“Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, hasilnya masih aktif semua. Artinya, dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data valid,” kata Pratama dalam keterangan pers, Kamis (1/9).