Bantah Bjorka, Ini Cerita Johnny Plate Soal Serangan Siber ke Nomor HP

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
16/9/2022, 17.33 WIB

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate membantah informasi yang dibeberkan peretas atau hacker Bjorka mengenai data pribadinya. Salah satunya mengenai tudingan dia menggunakan nomor telepon seluler yang berasal dari Amerika Serikat (AS) dan menonaktifkan nomor asal Indonesia.

Jhonny mengatakan dia selama ini hanya menggunakan nomor Indonesia. "Nomor HP saya, nomor Indonesia," kata Johnny, Jumat (16/9).

Johnny menjelaskan ada dua jenis WhatsApp yaitu pribadi dan bisnis. Ia menegaskan bahwa dirinya tetap menggunakan nomor Indonesia untuk keperluan bekerja.

Namun, karena adanya serangan siber terhadap salah satu nomornya, maka diamankan untuk sementara waktu. "Saat ini saya masih menggunakan nomor Indonesia untuk keperluan tugas-tugas sebagai menteri," kata dia.

Hacker Bjorka menyebarkan data pribadi diduga milik Johnny Plate pada (10/9/2022). Hari itu bertepatan dengan ulang tahun Johnny.

Data yang disebarkan tersebut berupa alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), agama, golongan darah, pendidikan, ID vaksinasi, hingga nama orang tua dan istri.

Dalam Akun Twitter @bjorxanism yang diduga milik Bjorka, ia mempertanyakan alasan penggantian nomor tersebut.

"Why u change ur phone number to us phone number sir @PlateJohnny? Is it true that Indonesian numbers are no longer safe to use?" tulis Bjorka di Twitter. 

Indonesia mengalami setidaknya 16 serangan siber dalam tiga pekan terakhir, mayoritas serangan mengatasnamakan peretas (hacker) seperti Bjorka.

Chairman lembaga riset siber CISSReC atau Communication & Information System Security Research Center Pratama Prasadha menilai, yang bertanggung jawab atas kebocoran data tersebut adalah masing-masing pengelolanya. “Misalnya, kementerian kesehatan (Kemenkes) menyimpan data PeduliLindungi. Kalau data bocor, seharusnya mereka bertanggung jawab,” kata Pratama kepada Katadata.co.id, Selasa (13/9).

Begitu juga dengan 1,3 miliar data sim card ponsel yang bocor. “Seharusnya disimpan di operator seluler dan pusat penyimpanan data. Jadi, penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang paling bertanggung jawab,” ujarnya.

Namun sayangnya, biasanya kementerian dan lembaga (K/L) tidak memahami data disimpan di mana, penanggung jawabnya siapa, atau siapa individu yang mengelola datanya.


Reporter: Lenny Septiani