Google membayar US$ 391,5 juta atau sekitar Rp 6 triliun kepada jaksa agung di 40 negara bagian Amerika. Denda ini biaya terbesar dalam kasus pelanggaran privasi.
Google dituntut setelah kejaksaan agung di negara bagian Oregon dan Washington menyelidiki dugaan pelanggaran privasi konsumen. Google terbukti masih mengumpulkan informasi lokasi pengguna meski penggunanya telah mematikan pelacakan lokasi.
Jaksa Agung Oregon Ellen Rosenblum mengatakan bahwa selama bertahun-tahun Google memprioritaskan keuntungan atas privasi pengguna. “Mereka licik dan menipu. Konsumen mengira mereka telah mematikan fitur pelacakan lokasi mereka di Google,” kata Ellen dalam keterangan. “Tapi perusahaan terus merekam pergerakan mereka secara diam-diam dan menggunakan informasi tersebut untuk pengiklan.”
"Sampai kami memiliki undang-undang privasi yang komprehensif, perusahaan akan terus mengumpulkan data pribadi dalam jumlah besar untuk tujuan pemasaran dengan sedikit kontrol,” kata Rosenblum.
Dalam sebuah pernyataan Google mengatakan bahwa mereka telah menangani dan memperbaiki beberapa praktik pelacakan lokasi yang dirinci dalam penyelesaian tersebut.
Dikutip dari TechCrunch, juru bicara Google menjelaskan bahwa perusahaan konsisten dengan peningkatan yang dibuat dalam beberapa tahun. “Kami telah menyelesaikan penyelidikan ini yang didasarkan pada kebijakan produk lama yang kami ubah bertahun-tahun lalu,” katanya.
Google juga menyetujui untuk meningkatkan pengungkapan pelacakan lokasi dan kontrol pengguna mulai tahun depan.
Penyelesaian penyelidikan tersebut mengharuskan Google untuk menampilkan informasi tambahan kepada pengguna setiap pengguna mengaktifkan atau menonaktifkan pengaturan akun terkait lokasi.
Informasi penting tentang pelacakan lokasi juga tidak boleh disembunyikan di masa mendatang.
Berdasarkan laman resminya, Google menjelaskan akan memberikan kontrol baru yang memungkinkan pengguna untuk dengan mudah mematikan pengaturan ‘Riwayat Lokasi dan Aktivitas Web & Aplikasi’ dan menghapus data history pengguna dengan sederhana.
Google juga berencana untuk menambahkan pengungkapan tambahan ke kontrol aktivitas dan haman data dan privasi.
Bersamaan dengan perubahan ini, Google akan membuat pusat informasi komprehensif yang menyoroti pengaturan lokasi utama.
Selain itu, Google berencana untuk memberi pengguna baru penjelasan yang lebih rinci tentang ‘Aktivitas Web & Aplikasi’ dan informasi di dalamnya.
Google mengatakan akan terus menghapus data riwayat lokasi pengguna yang belum lama ini memberikan data riwayat lokasi baru di akun mereka.
Penyelidikan terhadap praktik Google dilakukan Jaksa Agung setelah mendapat laporan Associated Press 2018 yang menemukan bahwa Google merekam pergerakan pengguna.
Penyelidikan menemukan bahwa Google melanggar undang-undang perlindungan konsumen negara bagian dengan menyesatkan konsumen tentang praktik pelacakan lokasinya setidaknya sejak 2014.
Bulan lalu, Google setuju untuk membayar negara bagian Arizona sebesar US$ 85 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun atas gugatan yang sama.
Saat ini, Google juga menghadapi gugatan dari Washington DC, Texas, negara bagian Washington dan Indiana. Yang menggugat Google dengan kasus yang sama.
Pemerintah Texas menggugat Google karena diduga mengambil data biometrik jutaan pengguna tanpa izin. Google diduga mengumpulkan data biometrik warga Texas sejak 2015. Data biometrik yang dimaksud seperti wajah, suara hingga sidik jari.
“Di seluruh negara bagian, setiap hari warga Texas menjadi ‘sapi perah’ tanpa disadari yang diperah oleh Google untuk mendapatkan keuntungan,” kata Jaksa Agung Texas Ken Paxton dikutip dari Reuters, Jumat (21/10).
Data-data tersebut dikumpulkan melalui produk-produk seperti Foto Google, Asisten Google, dan Nest Hub Max.
Reuters melaporkan, Google akan melawan gugatan tersebut. Google mengatakan bahwa pengguna layanan memiliki opsi untuk mematikan fitur pengumpulan biometrik.
"AG Paxton sekali lagi salah mengkarakterisasi produk kami dalam gugatan lain yang tak tertahankan," kata juru bicara Google Jose Castaneda. "Kami akan meluruskannya di pengadilan."