Nilai mata uang kripto Bitcoin diprediksi bakal anjlok ke level US$ 10.000 atau sekitar Rp 154 juta (kurs Rp 15.426) pada tahun depan. Proyeksi tersebut menunjukkan adanya penurunan hampir 70% dari level harga saat ini US$ 16.974 per btc, pada perdagangan Jumat (2/12) melansir Coinmarketcap.
Proyeksi penurunan harga Bitcoin tersebut disampaikan investor veteran Mark Mobius kepada CNBC International pada Kamis (1/12). Investor sekaligus founder Mobius Capital Partners Mark Mobius tersebut, sebelumnya pernah memprediksi harga Bitcoin bakal turun ke US$ 20.000 tahun ini.
“Pergerakan ke US$ 10.000 dapat terjadi pada 2023,” kata Mobius dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (1/12).
Dia menjelaskan, proyeksi tersebut dapat terjadi akibat kenaikan suku bunga dan kebijakan moneter yang lebih ketat dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
“Dengan suku bunga yang lebih tinggi, daya tarik memegang atau membeli Bitcoin dan mata uang kripto lainnya menjadi kurang menarik,” kata Mobius melalui email.
Mobius mengatakan banyak uang yang beredar untuk berspekulasi di koin kripto, karena jumlah uang beredar naik 40% lebih, dalam beberapa tahun terakhir.
The Fed telah memiliki suku bunga sangat rendah dan pelonggaran kuantitatif selama beberapa tahun terakhir. Sehingga sempat mendorong kenaikan signifikan di pasar saham teknologi dan kripto. Namun, bank sentral telah memperketat kebijakan moneternya tahun ini, dengan menaikkan suku bunga secara signifikan.
“Sekarang karena Fed menarik kembali uang (moenter di pasar), kemampuan orang untuk bermain di pasar menjadi jauh lebih sulit,” kata Mobius.
Meski ada sejumlah penawaran suku bunga 5% atau lebih tinggi untuk simpanan kripto, Mobius mengatakan banyak dari perusahaan yang menawarkan tarif seperti itu telah bangkrut, salah satunya FTX. Kondisi tersebut dinilai membuat sebagian orang khawatir untuk memegang koin kripto untuk mendapatkan keuntungan.
Mobius juga menyatakan ada banyak perusahaan yang menawarkan suku bunga setinggi langit kepada investor, agar mereka memarkirkan dananya di aset kripto. Tak jarang, perusahaan-perusahaan tersebut mengandalkan pinjaman pengguna kripto kepada orang lain dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Begitu keuntungan berhasil didapat, makan akan dibagikan dengan pengguna. Namun, ketika harga kripto jatuh dan likuiditas mengering awal tahun ini, banyak dari perusahaan tersebut runtuh.
Salah satu perusahaan tersebut seperti Celcius, yang menyatakan kebangkrutan pada Juli. Diikuti dengan perusahaan kripto lainnya seperti BlockFi, yang memiliki eksposur besar ke FTX yang juga menyatakan bangkrut.
Ketika harga bitcoin berada di atas US$ 28.000 pada bulan Mei, Mobius mengatakan kepada Financial News bahwa bitcoin kemungkinan akan turun menjadi $20.000, kemudian melambung, tetapi akhirnya turun menjadi US$ 10.000.
Merujuk pada pergerakan bitcoin sejak awal tahun, harganya cenderung turun sekitar 80% dari tertinggi sepanjang masa. Bitcoin telah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada November 2021 yakni US$ 69.000.
Pada bulan Juni, pendiri Absolute Strategy Research Ian Harnett mengatakan, harga bitcoin kemungkinan akan turun terus ke harga terendah tahun ini, yakni US$ 13.000.
Harnett menilai, penurunan harga bitcoin mirip dengan kejadian pada 2018. Saat itu harga bitcoin anjlok mendekati US$ 3.000 setelah mencapai puncaknya hampir US$ 20.000 pada akhir 2017.
Goyahnya pasar kripto terjadi sebelum kenaikan suku bunga The Fed pada Juni. Ini karena para pedagang diguncang oleh runtuhnya stablecoin Terra Luna. Kondisi itu semakin diperparah oleh masalah likuiditas pemain kripto besar seperti Celcius dan Three Arrows Capital.