Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights atau Hak Penerbit ditargetkan selesai Maret. Jika sesuai target, ini menjadi yang pertama di Asia.
"Kalau Indonesia punya regulasi, nanti menjadi negara progresif kedua setelah Australia," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong dalam konferensi pers, Rabu (15/2).
Ia optimistis negara-negara lain di Asia akan meninjau isi Publisher Rights atau Hak Penerbit di Indonesia untuk dijadikan referensi.
Indonesia pun melakukan studi banding ke negara lain seperi Australia dan Uni Eropa dalam menyusun Perpres Publisher Right ini.
"Beberapa negara Eropa kami jadikan benchmark, termasuk Inggris," ujarnya. Di Inggris, kebijakan Hak Penerbit atau Publisher Rights hanya berupa code of conduct atau kode etik.
Sedangkan Indonesia mengkaji agar aturan itu berupa Peraturan Presiden. "Secara garis besar terdiri dari substansi kewajiban platform digital (seperti Google) untuk bekerja sama dengan perusahaan pers atau media demi mendukung jurnalisme berkualitas,” ujarnya.
Namun draf Rancangan Perpres Publisher Rights atau Hak Penerbit itu masih dibahas. Selain itu, akan dibentuk lembaga khusus terkait hak penerbit.
Rancangan Perpres Publisher Rights atau Hak Penerbit mendorong seluruh platform digital seperti Google dan Facebook untuk bekerja sama dengan penerbit.
"Dengan adanya regulasi, semua punya kewajiban untuk melaksanakan regulasi ini. Berlaku untuk semua platform dan yang memiliki kehadiran signifikan dan bersifat wajib bukan sukarela," kata Usman.
Perpres Publisher Rights merupakan atas permintaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Saya kira dalam waktu sebelum sebulan rancangan perpres ini bisa selesai," kata Usman. Artinya, pembahasan regulasi ini dibidik selesai maksimal 9 Maret.