Melalui keterangannya, Google mengatakan bahwa alasan mereka menampilkan Didi Kempot karena penyanyi bernama asli Didik Prasetyo itu menerima Billboard Indonesia Lifetime Achievement Award pada 26 Februari 2020.
"Doodle hari ini merayakan musisi Indonesia Didi Kempot, yang dikenal sebagai 'Godfather of Broken Hearts' karena menulis lebih dari 700 lagu campursari sedih dalam bahasa Jawa selama 30 tahun karirnya," tulis keterangan Google dikutip Minggu (26/2).
Didi Kempot lahir pada Desember 1966. Dia tumbuh besar di keluarga seniman. Ayah dan kakaknya adalah seorang komedian dan ibunya adalah seorang penyanyi tradisional Jawa.
Pada usia 18 tahun, Didi Kempot dan teman-temannya membentuk band jalanan bernama Kelompok Pengamen Trotoar. Mereka mulai mengamen untuk mencari nafkah.
Selama lebih dari dua dekade, penyanyi kelas dunia ini tampil di jalanan Surakarta dan Jakarta. Tidak hanya itu, Kelompok Pengamen Trotoar kemudian menjadi tempat dia mendapatkan nama belakangnya yang terkenal “Kempot”.
Meskipun tidak punya uang, dia menulis dan membawakan beberapa lagunya yang paling terkenal, termasuk "We Cen Yu", "Cidro", "Moblong-Moblong", dan "Podo Pintere".
Setelah seharian mengamen, Didi kerap begadang untuk merekam lagu-lagunya di kaset kosong. Meski sebagian besar kaset yang dia kirim ke studio rekaman tidak membuahkan hasil, Didi tidak pernah menyerah pada mimpinya.
Didi Kempot akhirnya mendapat terobosan besar pada 1989 dan menandatangani kontrak dengan label musik. Single hit pertamanya Cidro menjadi sangat populer di Belanda dan Suriname, dua negara dengan diaspora Jawa yang besar. Hal ini juga yang membuka jalan bagi musik campursari untuk menembus pasar arus utama.
Ketika Didi Kempot melakukan perjalanan ke Belanda untuk tampil pada tahun 1993, dia terharu melihat para penggemar telah menghafal lirik lagunya. Dia melanjutkan untuk merilis sepuluh album lagi di Belanda dan Suriname.
Dalam beberapa tahun terakhir, musik campursari Didi Kempot mengalami kebangkitan popularitas di kalangan generasi muda. Lagu-lagunya terus menyentuh hati orang-orang romantis yang putus asa di seluruh dunia.
Selera Musik Gen Z
Sementara itu, musik pop tampaknya kurang populer di kalangan Gen Z. Menurut survei Global Web Index (GWI), di kelompok responden usia 16-24 tahun hanya ada 23% yang menyukai genre pop.
Mayoritas responden Gen Z justru lebih menyukai musik hip-hop atau rap, dengan persentase 31%. Kemudian yang menyukai musik tahun 90-an ada 29%, musik rock 27%, dan musik tahun 2000-an 23%.
GWI menemukan selera musik Gen Z ini berbeda dengan kelompok responden yang usianya lebih tua.
"Kelompok responden berusia di atas 24 tahun terjebak pada musik 80-an atau 90-an," kata GWI dalam laporan The Global Media Landscape terbaru yang dirilis November 2022.