Operator Seluler Usul Registrasi SIM Card Ponsel Diperketat Biometrik
Operator seluler mengusulkan kepada anggota DPR Komisi I untuk memperketat registrasi SIM card dengan menggunakan teknologi biometrik. Hal ini untuk mengurangi risiko penipuan, penyebaran berita hoaks, hingga judi online.
Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys, mengatakan, para pelanggan seluler sebelumnya diwajibkan menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) ketika ingin mengaktifkan nomor telepon barunya.
Namun, dia menilai validasi dengan dua data tersebut belum cukup memenuhi prinsip Know Your Customer (KYC), sehingga harus menggunakan teknologi biometrik.
Merza mengatakan, dengan menggunakan teknologi tersebut operator seluler bisa mengetahui identitas pelanggannya secara jelas. Pasalnya, saat ini operator seluler hanya bisa mengetahui nomor telepon pelanggan saja, sedangkan identitasnya tidak.
"Kami sebagai operator tidak menyimpan nama, alamat, dan lain-lain, karena hanya menyimpan nomor telepon. Jadi yang tercantum hanya berupa nomor-nomor, baik berupa NIK dan KK," ujar Merza dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Anggota Komisi I DPR, Jakarta, Kamis (9/11).
Dia mengatakan, hal tersebut membuat para operator seluler tidak bisa mengetahui dan menelusuri aksi kejahatan yang sering dilakukan oleh para oknum dengan menggunakan handphone atau telepon, karena tidak mengetahui secara menyeluruh identitas para pelanggannya.
Oleh sebab itu, Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengusulkan kepada Anggota DPR Komisi I untuk meningkatkan validasi registrasi SIM card melalui cara teknologi biometrik untuk bisa mengetahui identitas setiap pelanggan dengan jelas.
"Kami juga telah melapor ke Kominfo, yaitu terkait pendaftaran SIM card yang lebih ketat lagi dengan menggunakan biometrik, apakah itu menggunakan wajah atau sidik jari," kata Merza.
Namun demikian, Merza menuturkan dalam penggunaan teknologi biometrik tidak mudah karena kajian sistemnya cukup rumit. Sehingga sampai saat ini penerapannya masih tertunda, “Validasi dengan biometrik memang cukup sulit, baik itu sistemnya atau apapun, sehingga ini tertunda usulan kami," kata dia.
Ada 1.730 Konten Penipuan Online Sejak 2018-2023
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo mencarat ada 1.730 konten penipuan online selama Agustus 2018 - 16 Februari 2023. Kerugian akibat penipuan online di Indonesia mencapai Rp 18,7 triliun selama 2017 - 2021. Kominfo pun menggandeng 50 perguruan tinggi untuk menggencarkan literasi digital.
“Kami berharap, mahasiswa dapat memberikan literasi kepada masyarakat sehingga bisa mengurangi kemungkinan timbulnya berbagai misinformasi,” ujar Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Kominfo Bonifasius W Pudjianto beberapa waktu lalu, Kamis (23/2).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara G20 pun menyebutkan, potensi kerugian yang dihadapi oleh negara-negara di dunia akibat kejahatan siber dan hoaks diprediksi US$ 5 triliun atau sekitar Rp 78.106 triliun pada 2024.
Tenaga Ahli Menteri Kominfo bidang Komunikasi dan Media Massa Devie Rahmawati menyebutkan, studi dari Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bahwa masyarakat yang sudah cakap digital pun menjadi korban penipuan digital.
“Jadi bukan persoalan generasi, tetapi karena digital ini dunia yang baru. Tidak ada satu pun yang siap, sehingga pemerintah hadir,” kata Devie, akhir tahun lalu (1/12/2022).