Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menerbitkan Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Kehadirannya merupakan respon terhadap pesatnya pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) saat ini.
“Tanggal 19 Desember 2023, Saya telah menandatangani SE Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang etika kecerdasan artifisial,” kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam konferensi pers di Press Room Kominfo, Jumat (22/12).
Tujuan dari SE ini untuk memberikan acuan nilai dan prinsip etika bagi pelaku usaha, penyelenggara sistem elektronik lingkup publik, dan penyelenggara sistem elektronik lingkup privat yang memiliki aktivitas pemrograman berbasis kecerdasan artifisial.
Harapannya, surat edaran terserbut menjadi pedoman etika dalam hal:
- Membuat dan merumuskan kebijakan internal perusahaan, penyelenggara sistem elektronik lingkup publik dan penyelenggara sistem elektronik lingkup privat mengenai data dan etika internal kecerdasan artifisial.
- Pelaksanaan konsultasi, analisis, dan pemrograman yang berbasis kecerdasan artifisial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.
Isi Surat Edaran Menkominfo tentang Kecerdasan Buatan
SE ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman etika, dalam hal:
Berikut ini, isi SE soal teknologi AI di Indonesia:
A. Penyelenggaraan kemampuan kecerdasan artifisial mencakup kegiatan konsultasi, analisis, dan pemrograman. Penggunaan teknologi kecerdasan artifisial termasuk ke dalam subset dari machine learning, natural language processing, expert system, deep learning, robotics, neural networks, dan lainnya.
B. Penyelenggaraan teknologi kecerdasan artifisial memperhatikan nilai etika yang meliputi:
1) Inklusivitas : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial perlu memperhatikan nilai kesetaraan, keadilan, dan perdamaian dalam menghasilkan informasi maupun inovasi untuk kepentingan bersama.
2) Kemanusiaan : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial perlu memperhatikan nilai kemanusiaan dengan tetap saling menjaga hak asasi manusia, hubungan sosial, kepercayaan yang dianut, serta pendapat atau pemikiran setiap orang.
3) Keamanan : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial perlu memperhatikan aspek keamanan pengguna dan data yang digunakan agar dapat menjaga privasi, data pribadi, dan mengutamakan hak pengguna sistem elektronik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
4) Aksesibilitas : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Setiap pengguna memiliki hak yang sama dalam mengakses penyelenggaraan teknologi berbasis kecerdasan artifisial untuk kepentingannya dengan tetap menjaga prinsip etika kecerdasan artifisial yang berlaku.
5) Transparansi : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial perlu dilandasi dengan transparansi data yang digunakan untuk menghindari penyalahgunaan data dalam mengembangkan inovasi teknologi. Pelaku usaha dan penyelenggara sistem elektronik (PSE) dapat memberikan akses kepada pengguna yang berhak untuk mengetahui penyelenggaraan data dalam pengembangan teknologi berbasis kecerdasan artifisial.
6) Kredibilitas dan akuntabilitas : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial perlu mengutamakan kemampuan dalam pengambilan keputusan dari informasi atau inovasi yang dihasilkan. Informasi yang dihasilkan melalui kecerdasan artifisial Artifisial harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketika disebarkan kepada publik.
7) Pelindungan data pribadi : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial harus memastikan pelindungan data pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
8) Pembangunan dan lingkungan berkelanjutan : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial mempertimbangkan dengan cermat dampak yang ditimbulkan terhadap manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya, untuk mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.
9) Kekayaan intelektual : Penyelenggaraan kecerdasan artifisial tunduk pada prinsip pelindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.