Telkom Indonesia melalui anak usaha Telkomsat meluncurkan Satelit Merah Putih 2 di Cape Canaveral, Florida pada Selasa (20/2) pukul 15.11 waktu setempat atau Rabu (21/2) pukul 03.11 WIB. Apa bedanya dengan Starlink milik Elon Musk?
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, Satelit Merah Putih 2 berada pada orbit Geostasioner Earth Orbit alias GEO. Jaraknya sekitar 36 ribu dari atas permukaan laut.
Sementara itu, Starlink milik Elon Musk berada pada orbit Low Earth Orbit atau LEO yang jaraknya lebih dekat dengan bumi.
“Jadi waktu tempuh atau latensi perjalanan signal GEO lebih lambat. Starlink lebih cepat,” kata Ririek dalam acara Press Conference Satelit Merah Putih 2, Rabu (21/2).
Menurut data Ookla per September 2023, kecepatan internet Starlink bisa mencapai 122 Mbps di Swiss. Kecepatan internet satelit milik Elon Musk ini berbeda-beda di setiap wilayah.
Oleh karena itu, Ririek menyampaikan bahwa segmen pasar Starlink yakni yang membutuhkan kecepatan internet di atas 100 Mbps. Sementara itu, Satelit Merah Putih 2 milik Telkom menyasar pelanggan yang berminat pada kecepatan internet di bahwa 100 Mbps dengan harga yang lebih murah.
“Jadi Starlink itu lebih cepat secara umum, tapi lebih mahal,” ujar dia. “Nah yang level berikutnya itu Satelit Merah Putih. Jadi tergantung pelanggan mau yang mana?”
Satelit Merah Putih 2 merupakan satelit ke-11 sekaligus pertama miliki Telkom Group yang menggunakan teknologi High Throughput Satellite alias HTS, yang juga dikenal dengan broadband satelit.
Direktur Utama Telkomsat Lukman Hakim Abd Rauf menjelaskan, teknologi HTS merupakan teknologi dengan desain cakupan area di bumi yang berukuran kecil namun banyak alias multi-spots beam. Dengan begitu, satelit ini mampu menghasilkan kekuatan pancar satelit yang besar di suatu area yang dilingkupi beam.
Kekuatan pancar satelit itu identik dengan besaran data yang mampu dikirim satelit ke lokasi tersebut.
“Satelit broadband ini memungkinkan sumber daya frekuensi yang dapat digunakan berulang alias frequency reusable, sehingga berpotensi menaikkan jumlah kapasitas yang dimiliki satelit HTS,” kata Lukman.
Lukman menjelaskan, secara desain coverage, Satelit Merah Putih 2 akan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Posisi letak satelit ini akan berada di atas Pulau Kalimantan.
Satelit Starlink juga akan berada di Ibu Kota Nusantara yang berada di Kalimantan.
“Dalam konteks koordinasi satelit dan dalam konteks demand yang kami sasar, kami batasi sampai dengan wilayah indonesia,” kata Lukman.
Sebagai negara di kawasan khatulistiwa yang memiliki curah hujan tinggi, satelit ini diharapkan dapat menjadi satelit HTS atau broadband satellite paling andal (reliable) di Indonesia. Hal ini dikarenakan kombinasi kedua frekuensi yang dimiliki di mana frekuensi C-Band adalah frekuensi yang memiliki performa paling baik terhadap curah hujan.
Dengan kapasitas hingga 32Gbps, Satelit Merah Putih 2 membawa transponder aktif frekuensi C-band dan Ku-band, yang akan menjangkau seluruh area Indonesia.
Sementara itu, sambungan internet satelit LEO menggunakan frekuensi radio gelombang mikro, yang merambat dalam garis lurus sehingga tidak dapat bergerak melalui benda padat.
“Dengan demikian, sinyal secara teoritis dapat diblokir oleh rumah atau pepohonan,” demikian isi laporan Starlink Insider.
Dalam kasus Starlink, satelitnya beroperasi pada pita Ku (12 – 18 GHz), pita Ka (27 – 40 GHz), dan pita V (40 – 75 GHz). Semakin tinggi frekuensi sinyal yang diberikan, semakin buruk kecenderungan sinyal ini jika terjadi gangguan alam seperti hujan.
Misalnya, molekul air di udara dapat mengganggu gelombang radio, sehingga menurunkan latensi dan berpotensi menyebabkan gangguan lebih lanjut.
Oleh karena itu, performa Starlink akan sangat bergantung pada jenis kondisi cuaca memengaruhi lingkungan sekitar satelit.