Australia mengundang pemerintah Indonesia untuk belajar penerapan aturan Publisher Rights. Undangan tersebut karena Australia sudah lebih dulu punya aturan serupa yakni News Media Bargaining Code.
“Baru rencana, tapi kami sudah berkomunikasi, Australia akan mengundang kami untuk belajar bagaimana menerapkan publisher rights, karena australia sudah ada news bergaining code,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo Usman Kansong dalam acara Ngopi Bareng Kominfo di Press Room Kominfo di Jakarta, Jumat (3/5).
Usman mengatakan pemerintah sedang menunggu undangan dari Australia yang nantinya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menjadwalkan waktu kunjungan.
“Karena penerapannya ini (publisher right) perlu kita pelajari juga dari negara-negara yang sudah menerapkan lebih dahulu,” ujar dia.
Usman menilai Australia sangat terbuka kedatangan Indonesia untuk mempelajari aturan ini. Sebab, “kita negara di Asia pertama yang punya aturan yang terkait dengan platform global,” ia menambahkan. “Mereka antusias untuk memberikan kita ruang untuk belajar kepada mereka.”
Pada 2021, Facebook memblokir konten berita di platform di Australia. Ini sebagai bentuk protes perusahaan terkait regulasi Australia yang mewajibkan raksasa teknologi membayar ke media lokal atas konten berita yang tayang. Namun, Facebook meminta maaf atas tindakan tersebut, dan mau bernegosiasi dengan pemerintah Australia.
Awal April 2024, The Guardian melaporkan Facebook kembali menutup menu berita karena perusahaan induknya, Meta, menindaklanjuti rencana untuk mengurangi konten berita di Australia, yang tersedia di layanannya.
Pada Agustus 2023, Meta memblokir konten berita di Facebook dan Instagram di Kanada karena aturan sejenis.
BBC melaporkan pada akhir 2023, Google dan Meta akhirnya sepakat untuk membayar konten berita di Kanada. Kesepakatan dicapai setelah pembicaraan berbulan-bulan antara raksasa teknologi dan pemerintah.
Tahun ini, Indonesia menerbitkan aturan serupa yang disebut Peraturan Presiden alias Perpres Publisher Rights.
Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria menyampaikan, regulasi ini memang mengacu pada aturan sejenis di Australia dan Kanada. “Tetapi tidak meng-copy,” kata Nezar dalam Forum Merdeka Barat 9, Jumat (1/3). “Yang diatur hanya prinsip. Komite yang akan mengatur prosedur dan dialog berikutnya. Pemerintah tidak ikut lagi.”
Perpres Publisher Rights mewajibkan platform digital seperti Google dan Facebook bekerja sama dengan perusahaan pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers, dengan empat cara yakni: lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita dan bentuk lain yang disepakati.
Nezar berharap Google hingga Facebook tidak memblokir berita seperti yang dilakukan di Australia dan Kanada. “Kami berdialog terus. Perpres in lahir atas kesabaran semua pihak. Bolak-balik publisher, platform digital. Akhirnya ditemukan titik kesamaan,” kata dia.
Hingga akhirnya Presiden Jokowi mengesahkan Perpres Publisher Rights akhir bulan lalu (22/2). Nezar pun menyampaikan, platform digital seperti Facebook dan Google merespons positif aturan ini.
“Kelemahan dan kelebihan ada, tetapi semuanya terlihat bisa menerima. Ada jeda waktu setelah Perpres Publisher Rights diteken, sehingga semua pihak bisa membaca secara detail dan diinternalisasi oleh masing-masing pihak,” Nezar menambahkan.
“Komunikasi terus terjadi. Jadi bukan menunggu enam bulan, perundingan sudah dimulai. Kami berharap, begitu enam bulan, semua sudah berjalan sesuai kesepakatan,” ujar dia.