Indeks daya saing digital Indonesia naik tipis dari 37,8 tahun lalu menjadi 38,1 pada 2024. Akan tetapi, kesenjangan skor antara Jakarta dengan Papua Pegunungan semakin lebar.
Perusahaan modal ventura East Ventures dan Katadata Insight Center meluncurkan East Ventures – Digital Competitiveness Index atau EV-DCI 2024. Ini merupakan edisi kelima sejak pertama kali diluncurkan pada 2020.
Laporan riset EV-DCI 2024 merupakan pemetaan daya saing digital Indonesia dengan tema ‘Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia’. EV-DCI 2024 menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia.
Berikut daftar indeks daya saing digital berdasarkan provinsi pada 2024:
Peringkat | Provinsi | Skor EV-DCI 2023 | Skor EV-DCI 2024 | Perubahan Peringkat |
1 | DKI Jakarta | 75,6 | 78,2 | - |
2 | Jawa Barat | 51,9 | 52,8 | ↑1 |
3 | Jawa Timur | 50,3 | 51,2 | ↓1 |
4 | DI Yogyakarta | 53,0 | 51,2 | ↓1 |
5 | Banten | 48,4 | 49,2 | - |
6 | Bali | 47,4 | 49,9 | ↑2 |
7 | Kepulauan Riau | 47,8 | 48,9 | ↑1 |
8 | Kalimantan Timur | 46,3 | 46,0 | ↓3 |
9 | Sumatera Utara | 44,4 | 46,0 | ↑1 |
10 | Jawa Tengah | 43,5 | 44,0 | ↓1 |
11 | Sulawesi Selatan | 41,4 | 41,5 | - |
12 | Sumatera Barat | 42,3 | 42,4 | ↑1 |
13 | Kalimantan Utara | 41,2 | 41,0 | ↓1 |
14 | Riau | 38,5 | 38,7 | - |
15 | Kalimantan Selatan | 39,1 | 38,6 | ↑6 |
16 | Bengkulu | 37,5 | 38,5 | - |
17 | Sulawesi Utara | 38,1 | 38,5 | ↓2 |
18 | Kepulauan Bangka Belitung | 39,4 | 38,2 | ↓3 |
19 | Jambi | 37,5 | 38,2 | ↑1 |
20 | Gorontalo | 35,1 | 38,1 | ↑10 |
21 | Sulawesi Tenggara | 37,6 | 37,8 | - |
22 | Sumatera Selatan | 35,3 | 37,7 | ↓2 |
23 | Aceh | 36,0 | 36,1 | ↑5 |
24 | Maluku | 37,1 | 35,5 | ↓5 |
25 | Nusa Tenggara Barat | 35,5 | 35,5 | - |
26 | Kalimantan Tengah | 36,1 | 35,5 | ↓3 |
27 | Lampung | 35,0 | 35,4 | ↑1 |
28 | Nusa Tenggara Timur | 34,4 | 34,9 | ↑1 |
29 | Kalimantan Barat | 34,4 | 34,8 | ↓6 |
30 | Papua Barat | 35,3 | 32,6 | ↓2 |
31 | Sulawesi Tengah | 32,8 | 31,1 | - |
32 | Papua Barat Daya | - | 31,1 | - |
33 | Maluku Utara | 33,8 | 31,0 | ↓1 |
34 | Papua | 31,7 | 28,8 | ↓4 |
35 | Sulawesi Barat | 28,9 | 28,4 | ↑1 |
36 | Papua Selatan | - | 28,4 | - |
37 | Papua Tengah | - | 28,3 | - |
38 | Papua Pegunungan | 23,3 | 17,8 | ↓1 |
EV-DCI memetakan daya saing digital daerah melalui pengukuran terhadap tiga sub-indeks, sembilan pilar, dan 50 indikator. Sub-indeks pembentuknya adalah input, output, dan penunjang.
Sub-indeks tersebut tersusun atas pilar sumber daya manusia, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pengeluaran TIK, perekonomian, kewirausahaan dan produktivitas, ketenagakerjaan, infrastruktur, keuangan, serta regulasi dan kapasitas Pemda.
Direktur Eksekutif Katadata Insight Center Adek Media Roza menyampaikan, untuk melihat perkembangan pembangunan daya saing digital Indonesia secara keseluruhan, maka dapat mengamati pergerakan nilai median atau nilai tengah indeks dari tahun ke tahun.
Nilai median terus meningkat selama lima tahun secara berturut-turut. Ini menggambarkan peningkatan daya saing digital secara keseluruhan di seluruh provinsi, khususnya pada provinsi peringkat menengah dan bawah.
Nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi yakni DKI Jakarta 78,2 dan terendah Papua Pegunungan - 17,8 tahun ini 60,4. Selisih ini lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, 52,4.
Melebarnya nilai spread dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perbedaan laju pembangunan digital masing-masing provinsi, serta perlambatan pembangunan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro yang memengaruhi daya beli masyarakat.
Sebagai contoh, pengaruh perbedaan laju pembangunan di Kalimantan Barat dan Gorontalo menunjukkan peningkatan di berbagai indikator. Secara relatif, pembangunan di Gorontalo jauh lebih pesat dibandingkan dengan Kalimantan Barat.
Ketika dibandingkan dalam penghitungan indeks, skor Gorontalo naik tiga poin, sedangkan Kalimantan Barat turun tiga poin.
Terkait faktor ekonomi, ada hubungan timbal balik antara ekonomi makro dan daya saing digital menyebabkan pemerintah perlu memandang isu ini secara holistik.
“Penurunan pilar penggunaan dan pengeluaran teknologi, informasi, komunikasi atau TIK dipicu oleh melemahnya daya beli akibat inflasi dan tekanan eksternal lainnya,” kata Adek.
“Pemerintah tetap perlu memperhitungkan berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan daya saing digital Indonesia,” Adek menambahkan.
“Kami percaya laporan ini merupakan bukti nyata dari komitmen dalam mempersiapkan Indonesia dalam memasuki era dividen demografi dini, terutama dalam membangun ekonomi digital yang lebih kuat dan mencetak Generasi Emas 2045,” kata Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan pers, Rabu (22/5).