Starlink berpotensi masuk pasar perkotaan meski difokuskan untuk menyediakan layanan internet di daerah tertinggal, terdepan, terluar alias 3T. Bagaimana tanggapan Telkomsel, XL Axiata dan Indosat soal potensi persaingan yang semakin ketat?
VP Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel Saki H Bramono mengatakan, teknologi satelit seperti Starlink memiliki perbedaan mendasar dengan teknologi fiber optik maupun mobile broadband.
Menurut dia, internet berbasis satelit seperti yang ditawarkan oleh Starlink, sangat bermanfaat untuk menjangkau wilayah pelosok yang secara geografis sulit dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi kabel fiber optik.
“Untuk kawasan urban atau perkotaan, teknologi satelit masih menghadapi sejumlah kendala,” kata Saki kepada Katadata.co.id, Selasa (28/5).
Perkotaan memiliki banyak bangunan vertikal dan berbagai hambatan lain yang dapat meredam propagasi, sehingga bisa mengurangi stabilitas jaringan satelit.
“Kawasan urban memerlukan koneksi internet stabil, andal, dan cepat,” kata dia. Menurut dia, Telkomsel melalui layanan fixed broadband IndiHome menawarkan solusi yang lebih sesuai untuk perkotaan.
IndiHome hadir di 514 kota/kabupaten dengan jaringan fiber 176.663 kilometer atau km. Perusahaan memiliki lebih dari 159,7 juta pelanggan ponsel dan 8,9 juta pelanggan fixed broadband.
Sementara itu, SVP Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison Steve Saerang menyatakan bahwa Indosat tidak melihat Starlink sebagai pesaing. Menurut dia, teknologi satelit memiliki potensi besar untuk meningkatkan konektivitas dan menjangkau lebih banyak masyarakat di wilayah terpencil dan terluar Indonesia.
Oleh karena itu, Indosat berfokus untuk berkolaborasi dengan penyedia satelit, seperti Starlink. Kerja sama diharapkan dapat menciptakan iklim industri telekomunikasi yang sehat.
Head of External Communications XL Axiata Henry Wijayanto juga mengatakan, kehadiran Starlink membuat peta persaingan bisnis layanan data internet ke depan semakin menantang. Akan tetapi, teknologi yang ditawarkan memperkaya pelayanan di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami juga harus dapat menggali potensi dampak positif, seperti kolaborasi atas kehadiran teknologi baru,” ujar Henry kepada Katadata.co.id, Selasa (28/5).
XL Axiata berharap adanya penerapan regulasi yang seimbang dari pemerintah, sehingga tercipta level of playing field antara Starlink dengan operator seluler yang sudah ada
Henry mencontohkan, pengenaan PNBP sektor telekomunikasi seperti biaya hak penyelenggara (BHP), Universal Service Obligation (USO), biaya hak penggunaan telekomunikasi (BHP Tel), dan lainnya kepada Starlink.
Selain itu, XL Axiata berharap pemerintah bisa memfasilitasi agar Starlink diwajibkan bekerja sama dengan operator untuk layanan business to customer atau B2C dan business to business alias B2B.
Ia juga berharap, pemerintah melakukan kontrol terhadap struktur tarif Starlink. Dengan begitu, perusahaan asal Amerika ini tidak mengancam keberlangsungan usaha telekomunikasi Nasional.
“Intinya, kami sangat mengharapkan pemerintah seyogyanya dapat bertindak sebagai pengadil untuk memastikan adanya equal playing field,” Henry menambahkan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyampaikan ada peluang Starlink hadir di perkotaan jika memang dibutuhkan, berdasarkan laporan sejumlah media.