Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mulai menyasar akun dompet digital alias e-wallet yang dipakai untuk bertransaksi judi online. Ini menjadi salah satu cara di samping menyasar rekening bank hingga server.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan, bandar judi online terus memperbarui cara pengguna bertransaksi, termasuk sarana untuk membayar.
"Transaksi kan pasti ada deposit, transfer atau top up," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan di kantornya, Jakarta, Jumat (14/6). "Dulu pakai kartu kredit, sekarang bisa top up pakai berbagai macam sarana. Oleh karena itu, kami persempit ruang gerak mereka.”
Semuel menyampaikan, Kominfo tengah menyusun draf revisi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kementerian akan memiliki kewenangan untuk mengajukan pemblokiran akun keuangan.
“Khususnya akun bank atau dompet digital yang digunakan untuk menampung transaksi judi online,” ujar Semuel. “Kami berikan bukti-bukti, Bank Indonesia atau BI dan Otoritas Jasa Keuangan alias OJK yang akan blokir.”
Kominfo juga sudah mengajukan penutupan 555 akun dompet digital terkait judi online kepada BI selama periode 5 Oktober 2023 hingga 22 Mei 2024. Selain itu, 5.364 rekening bank kepada OJK sejak 17 September 2023 hingga 22 Mei 2024.
Semuel menjelaskan, penyedia layanan dompet digital akan didorong melakukan identifikasi konsumen atau know your customer (KYC) dengan hati-hati. Dengan begitu, mereka dapat menyediakan data pengguna yang terindikasi menampung dana transaksi judi online.
“Misalnya, akunnya resmi, penggunanya ada, tapi dia tidak tahu akunnya dipakai untuk judi online. Oleh karena itu, harus ada kehati-hatian bagi penyedia e-wallet dalam mendata, harus ada KYC,” ujar Semuel.
Ia mengatakan, langkah itu ditempuh untuk mempersempit ruang gerak bandar judi online. Kominfo berupaya memblokir alamat IP atau Internet Protocol, namun pelaku bisa menggunakan alamat IP di negara lain.
“Kalau sebelumnya hanya berdasarkan domain dan IP address, website atau aplikasi kami blokir. Sekarang tidak cukup, kami menyasar sumber pendanaannya lari kemana?” kata Semuel.