Komisi I DPR menyebutkan bahwa fakta hanya 2% data di Pusat Data Nasional Sementara yang memiliki cadangan atau back up, merupakan kebodohan.
“Hanya 2% yang di-back up, itu bukan soal tata kelola, itu kebodohan. Punya data Nasional dipadukan, untung ada yang belum gabung, itu yang selamat,” kata Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid saat rapat kerja dengan Kominfo dan BSSN, Kamis malam (27/6).
“Intinya jangan bilang lagi tata kelola, ini kebodohan, punya data Nasional tetapi tidak punya satu pun back up,” Meutya menambahkan.
Hal itu disampaikan ketika Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN Hinsa Siburian menjelaskan soal tata kelola Pusat Data Nasional Sementara. Hasil pengecekan BSSN menunjukkan, tidak ada back up data.
“Seharusnya data di Pusat Data Nasional Semntara Surabaya, ada yang persis di Batam. Jadi begitu ada gangguan misalnya di Surabaya, analoginya hampir sama seperti mati listrik, cukup hidupkan genset,” ujar Hinsa.
Hinsa menjelaskan, semua data di seluruh Pusat Data Nasional Sementara seharusnya mempunyai cadangan. Ini termaktub dalam Peraturan BSSN Nomor 4 Tahun 2021 tentang keamanan sistem pemerintahan berbasis elektronik
Pasal 5 Ayat 2Y menjelaskan pencadangan data adalah hal penting dalam suatu pusat data alias data center.
Serangan ransomware pada Pusat Data Nasional Sementara Surabaya menyebabkan data dari ratusan instansi pemerintahan tak bisa diperbaiki. Hanya 44 instansi yang datanya terselamatkan karena memiliki cadangan.
Sebanyak 238 instansi lainnya tidak memiliki data cadangan, sehingga tidak bisa dipulihkan. “Kami mengidentifikasi ada instansi yang masih memiliki back up di Surabaya maupun di Batam. Kami masukkan sebagai pemulihan tahap satu,” ujar Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko.
Herlan menyatakan perusahaan akan memprioritaskan pemulihan data layanan publik. Tahap kedua yakni menyiapkan ekosistem baru dengan implementasi aspek keamanan yang lebih baik.