Baru 2,5% wilayah Indonesia yang mendapatkan akses internet 5G, menurut data Direktorat Pengembangan Pitalebar Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.
Rincian cakupan frekuensi internet di Indonesia sebagai berikut:
- 2G: 98,59%
- 3G: 68,16%
- 4G: 96,84%
- 5G: 2,5%
Direktur Pengembangan Pitalebar Kominfo Marvels Parsaoran Situmorang mengungkapkan sejumlah faktor penyebab cakupan 5G di Indonesia baru 2,5%. Pertama, penggunaan alias use case yang belum banyak.
Kedua, infrastruktur pendukung yang belum cukup misalnya, menara internet Base Transceiver Station atau BTS harus menggunakan serat fiber bukan microwave. “Ini supaya latensi kecil,” kata Marvels di kantornya, Jakarta, Jumat (2/8).
Pada 2020, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menyampaikan beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan 5G di Indonesia.
Pertama, fiberisasi kabel atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. Tanpa fiberisasi, kecepatan internet dengan penerapan 5G tidak akan maksimal.
“Akan terjadi perlambatan atau bottlenecking di jaringan masing-masing operator, sehingga masyarakat tidak memperoleh manfaat 5G secara maksimal,” kata Ismail kepada Katadata.co.id.
Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dari penerapan 2G hingga 4G. Oleh karena, infrastruktur termasuk jaringan fiber ingin dipersiapkan terlebih dulu sebelum menerapkan 5G. “Fiberisasi ini isu krusial,” kata dia.
Kedua, harmonisasi regulasi dengan pemerintah daerah atau pemda. Utamanya, memberikan kemudahan dan fleksibilitas lebih kepada operator telekomunikasi dalam mengakses tiang, saluran, dan gedung saat membangun jaringan 5G.
Ketiga, frekuensi. Ada tiga spektrum yang dikaji yakni 700 Mhz, 2,6 Ghz, dan 3,5 Ghz.
Untuk frekuensi 700 Mhz, Kominfo sudah mengalihkan spektrum ini untuk 5G setelah televisi analog dialihkan ke TV digital.
Frekuensi 2,6 Ghz digunakan untuk BSS atau radio, sementara 3,5 Ghz untuk FSS atau satelit tetap. Kementerian beberapa kali menguji coba penggunaan 3,5 Ghz untuk 5G, dan hasilnya tidak mengganggu satelit.
Keempat, mengkaji ekosistem yang tepat untuk menggunakan 5G, salah satunya di kawasan industri. Selain itu, kementerian mengkaji banyak tidaknya perangkat seperti ponsel atau laptop yang menggunakan 5G.
Pengkajian ekosistem diperlukan agar biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi menjadi lebih murah.