Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika memanggil direksi Indosat Ooredoo terkait kasus pencurian data KTP untuk pemenuhan target penjualan simcard di Bogor.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa instansi tidak menoleransi segala bentuk kejahatan siber. Keamanan data pribadi menjadi prioritas utama kementerian, sehingga setiap pelanggaran akan ditindak tegas.
"Kominfo telah mengambil langkah-langkah konkret untuk menanggapi insiden tersebut," kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi di Badung, Bali, Senin (2/9).
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi telah memanggil Direksi Indosat Ooredoo untuk memberikan penjelasan langsung mengenai insiden pencurian data KTP. Selain itu, pertemuan akan membahas solusi penanganan yang diperlukan guna memperbaiki sistem perlindungan data di perusahaan.
"Hari ini (2/9), kami memanggil Direksi Indosat untuk mendiskusikan penanganan insiden ini dan memastikan bahwa langkah-langkah perbaikan segera diambil," kata dia.
Menteri Budi Arie mengingatkan seluruh penyelenggara layanan telekomunikasi seluler agar senantiasa memastikan perlindungan konsumen, menjaga kualitas layanan, serta mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Setiap perusahaan telekomunikasi harus bertanggung jawab terhadap keamanan data pelanggan. Tidak boleh ada kompromi dalam hal ini," ujar dia.
Budi Arie Setiadi juga menyatakan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum yang saat ini dilakukan oleh pihak Kepolisian terhadap pelaku pencurian data KTP.
Sebelumnya, Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat menangkap dua karyawan perusahaan mitra yang diduga melakukan pencurian dan penyalahgunaan data KTP warga untuk mencapai target penjualan kartu simcard.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso di Kota Bogor mengungkapkan kedua pelaku berinisial P (23 tahun) dan L (51 tahun) bekerja di perusahaan bernama PT Nusa Pro Telemedia Persada, yang bekerja sama dengan provider untuk menjualkan simcard dengan target 4.000 kartu per bulan.
Para pelaku hanya mampu menjual sim card secara riil 500 hingga 1.000 keping sebulan. “Untuk memenuhi target, pelaku menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, yaitu mencuri data milik orang lain melalui aplikasi Handsome,” ujar Bismo dikutip dari Antara.
Data-data yang diperoleh aplikasi Handsome itu merupakan data kependudukan dari BPJS dan Komisi Pemilihan Umum alias KPU.
Bismo mengatakan, pelaku menjalankan aksinya dimulai dari memasukkan simcard baru ke dalam ponsel. Setelah muncul perintah untuk melakukan registrasi, maka pelaku menggunakan aplikasi Handsome untuk mendapat data seperti NIK maupun KK.
“Data yang muncul otomatis tersebut digunakan pelaku untuk registrasi. Itu yang dilakukan pelaku untuk memenuhi target penjualan,” kata dia.
Satu pelaku mendapat keuntungan Rp 25,6 juta karena berhasil menjual 4.000 simcard dengan cara ilegal.
Dari hasil penyelidikan polisi, kedua pelaku yang beraksi di wilayah Kayumanis, Kota Bogor berkoordinasi dengan PT Nusa Pro yang ada di Jakarta. Aplikasi Handsome yang sebelumnya digunakan pelaku pun tidak dapat beroperasi, diduga dikendalikan dari jarak jauh.
“Kami akan melakukan panggilan kepada pihak yang berkolaborasi terhadap dua tersangka ini. Kami sudah memasang police line di TKP Kota Bogor,” kata Bismo.
Barang bukti yang disita oleh polisi dari kantor pelaku antara lain komputer, monitor, CPU, puluhan ribu kartu sim dan voucher provider, dan 200 simcard sudah teregistrasi dengan data hasil kejahatan siber.
Kedua pelaku dijerat Pasal 94 Jo Pasal 77 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan Pasal 67 Ayat (1) Jo Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
“Ancaman hukuman untuk pelanggaran Undang-Undang Kependudukan adalah enam tahun penjara, sementara untuk pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi adalah lima tahun penjara,” kata Bismo.