PT Reformasi Generasi Indonesia (REFO) menggelar Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2024. Menghadirkan tujuh pembicara yang merupakan pakar dan praktisi dalam bidang teknologi, dari Indonesia, Singapura, Britania Raya, dan Kanada. Acara ini dihadiri oleh sekitar 300 peserta yang penuh antusiasme mengikuti setiap sesinya. Para peserta ini datang dari berbagai daerah di Indonesia, dari DKI Jakarta hingga Kalimantan Timur. IFLS 2024 diadakan pada Sabtu, 21 September 2024 di VIVERE Hotel, Gading Serpong.
Artificial Intelligence (AI) terus berkembang dengan pesat dan mengubah lanskap pendidikan secara signifikan. Kehadirannya membawa peluang dan risiko. Institusi pendidikan harus pintar-pintar memilih, memetakan, dan mengintegrasikan berbagai macam alat bertenaga AI ini, agar dapat menyempurnakan proses pembelajaran.
Diskusi serius tentang AI, terutama dalam pendidikan, belum jamak terjadi di Indonesia. Padahal mau tidak mau, AI telah menjadi bagian integral di bidang ini. Jika institusi pendidikan tidak cepat menanggapinya, pemanfaatan AI dalam pendidikan, terutama oleh siswa, berpotensi menjadi liar. Oleh karenanya, institusi pendidikan harus dapat membuat “pagar” tentang bagaimana AI dapat digunakan dalam pembelajaran. Untuk itu, perlu adanya kebijakan dan regulasi seputar AI, paling tidak dalam tingkat kelembagaan.
“Di Indonesia ini belum banyak konten yang secara mendalam mengulas tentang AI dalam pendidikan. Bagaimana kebijakan dan regulasinya, bagaimana kita memilih AI yang tepat. Itu belum banyak dibahas. Padahal, manfaat AI tidak hanya sekedar sebagai ‘asisten pribadi’, tetapi AI juga bisa membantu kita untuk menyelesaikan masalah-masalah yang difficult dan complicated dalam educational setting,” ungkap Pepita Gunawan, Pendiri dan Direktur Pelaksana REFO.
Pepita menambahkan, “AI bisa membantu kita untuk mempersonalisasi pembelajaran, sehingga bisa menaikkan student engagement. Dan bahkan, AI juga bisa membantu kita menjaga mental well-being murid-murid, dan memberikan support yang dibutuhkan para pendidik.”
IFLS 2024 mendatangkan Keynote Speaker yang merupakan pakar AI, seperti Dr. Égo Obi dari Britania Raya, mantan eksekutif Google dengan pengalaman lebih dari 20 tahun dalam bidang etika AI dan pendidikan. Dalam sesinya, Égo berbagi wawasan dalam menavigasi kompleksitas etika AI dalam pendidikan serta langkah-langkah praktis integrasi AI dalam pendidikan.
IFLS 2024 menghadirkan tiga Keynote Speaker lain yang juga merupakan pakar dalam bidang teknologi pendidikan, terutama AI.
Noudhy Valdryno, seorang veteran dalam bidang kebijakan pemerintah dan publik yang juga merupakan co-founder ACE Edventure Indonesia. Ryno membawa diskusi mengenai tata kelola dan kesiapan AI di Indonesia, menyoroti pentingnya mempersiapkan infrastruktur dan kebijakan yang tepat untuk mendukung integrasi AI di dunia pendidikan.
Jeff Lee dari Singapura, CEO dan Pendiri Zoala, sebuah platform AI untuk kesehatan mental remaja. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di bidang teknologi dan kesehatan mental, Jeff berbagi bagaimana AI dapat meningkatkan literasi kesehatan mental dalam pendidikan dan implementasi teknologi AI terkait kesehatan mental untuk meningkatkan pengalaman pengajaran dan pembelajaran.
Miklos Sunario, pemuda brilian berusia 20 tahun yang merupakan CEO dan co-founder EduBeyond, sebuah startup AI berbasis di Kanada, yang menggunakan model MRAFE untuk mempersonalisasi pembelajaran dan mengatasi kesenjangan pendidikan.
Jeff Lee mengungkapkan bahwa hal terpenting adalah kesamaan visi tentang bagaimana AI dapat mentransformasi pendidikan, tidak hanya dengan meningkatkan hasil pembelajaran, tetapi juga berfokus pada perkembangan siswa secara holistik, termasuk kesejahteraan mental dan emosional mereka. “Ketika kita merangkul AI, sangat AI, sangat penting untuk memprioritaskan pertimbangan etika dan kesiapan, memastikan bahwa para pendidik kita didukung dan kesejahteraan siswa tetap menjadi pusat dari semua aplikasi AI,” ujar Jeff, sebagaimana dikutip dari laman LinkedIn-nya.
Selain Keynote Session, IFLS 2024 juga menghadirkan sesi “Ter AI AI” di mana tiga praktisi teknologi pendidikan, yaitu Steven Sutantro, Devi Yulianty, dan Adi Iskandar, mendemonstrasikan implementasi pemanfaatan AI di ruang kelas sehingga meningkatkan keterlibatan siswa.
Kurang-lebih 300 peserta juga terlihat antusias dan aktif mengikuti setiap sesi. Banyak pertanyaan yang diajukan kepada semua pembicara.
“Kedalaman materi terlebih dengan memaparkan berbagai studi kasus. Para pembicara sangat menguasai bidang masing-masing,” kata Winda Veronica Silalahi, peserta dari Nanyang Zhi Hui School Medan.
“Acara ini meyakinkan saya bahwa AI dapat diimplementasikan di sekolah dengan batasan batasan, sesuai misi dan nilai sekolah. Juga memberikan informasi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi AI di lingkungan sekolah,” kata Ferri Chandra, salah satu pimpinan Yayasan BPK PENABUR yang hadir dalam IFLS 2024.
“Penjelasan dan ide-ide yang dibagikan mungkin tampak sangat sederhana, tetapi sebenarnya itulah yang penting. Penggunaan studi kasus works really well bagi kita untuk belajar lebih banyak. Hal ini sangat membantu saya dalam memberikan masukan kepada sekolah saya tentang bagaimana membuat kebijakan AI, poin-poin penting apa saja yang perlu diperhatikan, dan langkah-langkah untuk melakukannya,” ujar Melissa Setyawan, peserta dari Sekolah Ciputra Surabaya.
Melalui kegiatan ini, REFO bertujuan menciptakan masa depan pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas melalui pemanfaatan teknologi, terutama AI. Dengan berkembangnya AI dan alat digital lainnya, peserta didik di Indonesia dapat memiliki akses yang lebih luas ke materi belajar yang personal dan disesuaikan dengan kebutuhan. REFO juga mendorong adopsi teknologi AI dalam sistem pendidikan Indonesia, dan mempersiapkan generasi masa depan yang siap menghadapi tantangan global.
Pepita Gunawan menyatakan bahwa IFLS merupakan langkah nyata untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pendidikan di Indonesia. "Kami percaya bahwa AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita, dan acara ini adalah kesempatan untuk mengembangkan strategi serta kemitraan baru yang akan mendorong perubahan positif,” terang Pepita lagi.