UU Telekomunikasi Dinilai Jadul saat Tren AI, Kominfo Belum Berencana Revisi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi (kanan) didampingi Wamenkominfo Angga Raka Prabowo (kiri) menyampaikan sambutan dalam acara Deklarasi Pemberantasan Judi Online di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Penulis: Amelia Yesidora
10/10/2024, 15.17 WIB

Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 atau UU Telekomunikasi dinilai ketinggalan zaman dan tidak mengakomodasi perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan alias artificial intelligene (AI) maupun Internet of Things atau IoT. Meski begitu, Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika belum berencana merevisi.

“Tidak. Belum ada rencana itu,” kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi di kantornya, Jakarta, Kamis (10/10).

Meski begitu, Kominfo akan mengkaji aturan perizinan jaringan yang diatur di UU Telekomunikasi.

Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo Dany Suwardany sebelumnya sudah merespons usulan revisi UU Telekomunikasi. “Terkait perizinan dan perlindungan konsumen belum di-cover. Kami perlu inventarisasi isu dan melakukan kajian akademis dulu,” ujar dia dalam acara Selular Bisnis Forum di Dapoer Oemoem, Jakarta, Selasa (8/10).

Saat itu, peneliti telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung atau ITB Ridwan Effendi menilai UU Telekomunikasi menyulitkan pengadaan jaringan, lantaran banyaknya izin yang harus dipenuhi dari tingkat daerah hingga pusat. Panjangnya proses birokrasi membuat modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan juga meningkat.

“Saya mendorong Prabowo berinisiatif mengubah UU 36 tahun 1999, karena sekarang ini sudah banyak lompatan teknologi yang tidak bisa dikejar dengan UU lama,” ujarnya.

Ia mencontohkan keinginan sebagian masyarakat agar komunikasi tidak terputus selama di pesawat. “Dengan perizinan sekarang, sambungan komunikasi pasti terputus. Harus ada penyederhanaan perizinan agar operator mau berbisnis di situ,” kata Ridwan.

Selain mempermudah perizinan, Ridwan mengusulkan pemerintah menghidupkan kembali regulator independen khusus telekomunikasi guna menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Indonesia dulu memiliki Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia alias BRTI yang memiliki tugas serupa, namun dibubarkan pada 2020.

“Kalau dulu BRTI di bawah menteri, eksekutif, sekarang menurut saya harus berada di luar eksekutif. Levelnya harus di bawah presiden langsung supaya independen. Perlu ada UU baru untuk ini,” kata Ridwan.

Reporter: Amelia Yesidora