Keamanan Siber dan Proteksi Data Pribadi Terabaikan dalam Pidato Prabowo

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Presiden Prabowo Subianto (kanan) dengan disaksikan Presiden keenam RI Joko Widodo (kiri) mengucapkan sumpah jabatan dalam sidang paripurna MPR dengan agenda pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029.
21/10/2024, 09.18 WIB

Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Joko Widodo, pada Minggu (20/10). Dalam pidato pelantikannya, Prabowo memaparkan berbagai agenda strategis untuk lima tahun ke depan, namun topik soal keamanan siber dan pelindungan data pribadi tak termasuk dalam gagasan yang disampaikan. 

Hal tersebut disampaikan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC), Dr. Pratama Persadha dalam menanggapi pelantikan Presiden Prabowo Subianto. 

Menurutnya, konsen terhadap Keamanan Siber serta Pelindungan Data Pribadi diharapkan bisa menjadi salah satu fokus utama Pemerintahan Presiden Prabowo. 

Sebab, UU PDP yang sudah berlaku penuh sejak 18 Oktober 2024 lalu belum bisa dilaksanakan sepenuhnya penegakan hukumnya karena belum adanya lembaga yang secara resmi menjalankan serta mengawasi hal-hal terkait Perlindungan Data Pribadi

“Termasuk untuk menjatuhkan sanksi kepada institusi baik pemerintah maupun swasta yang menjadi korban kebocoran data,” kata Pratama dalam siaran pers, Minggu (20/10). 

Sebelumnya pemerintah telah memberikan waktu selama dua tahun masa transisi bagi para Pengendali Data Pribadi, serta Prosesor Data Pribadi dan pihak lain yang terkait. 

Namun sampai saat ini belum ada perkembangan dari turunan UU PDP yang mengatur secara detail soal sanksi, baik pada pihak swasta ataupun pemerintah. Demikian juga Lembaga Pelindungan Data Pribadi tak kunjung dibentuk, seharusnya sudah dibentuk oleh Presiden sebelum habis masa jabatannya. 

UU PDP memberikan kerangka hukum yang lebih jelas mengenai pengumpulan, penggunaan, dan penyimpanan data pribadi, serta memberikan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggaran.

“Pemerintah memang bisa dikatakan tidak peduli atau setengah hati dalam melaksanakan UU PDP yang bahkan pada level Presiden tidak memperdulikan jika dirinya berpotensi melanggar Undang-undang,” kata Pratama. 

Menurut Pratama, bukti bahwa pemerintah sebelumnya tidak memiliki konsen atau tidak perduli terhadap urgensi pembentukan Lembaga Pelindungan Data Pribadi semakin diperkuat penyataan dari Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, pada Senin (14/10) lalu yang menyatakan bahwa kemungkinan Lembaga Perlindungan Data Pribadi masih membutuhkan masa transisi selama 6-12 bulan. 

Menurutnya, hal ini sangat disayangkan dan seharusnya tak perlu terjadi karena UU PDP sendiri telah disahkan pada tahun 2022. Dengan masa tenggang dua tahun seharusnya berbagai hal bisa dilakukan pemerintah mulai dari koordinasi kementeria terkait kebutuhan nomenklatur, pembentukan Lembaga PDP hingga pengesahan aturan turunan. 

“sehingga tidak ada kesan antar kementerian saling lempar batu siapa yang saat ini harus bertanggung jawab,” ungkap Pratama. 

Ia menilai, meski belum dibahas dalam pidato pelantikan Presiden Prabowo, pemerintahan baru yang akan dipimpin olehnya harus memiliki konsen terhadap urgensi pelaksanaan UU PDP serta pembentukan Lembaga PDP. 

Sebab jika hal ini diabaikan, maka dapat dipastikan bahwa insiden siber yang diikuti dengan kebocoran data akan terus terjadi, dan masyarakat yang menjadi korban tidak akan dapat berbuat apa-apa karena kebocoran data tidak terjadi pada perangkat mereka namun terjadi pada sistem yang dimiliki oleh Pengendali Data Pribadi serta Pemroses Data Pribadi.

Reporter: Kamila Meilina