Telkomsel dan XL Kaji Dampak PPN 12%, Smartfren Sesuaikan Layanan

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym.
Warga menggunakan ponsel untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024).
Penulis: Kamila Meilina
22/11/2024, 16.06 WIB

Telkomsel dan XL Axiata masih mengkaji dampak penerapan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN 12%. Sementara itu, Smartfren bersiap menyesuaikan layanan.

President Director Smartfren Merza Fachys menyampaikan perusahaan menyelaraskan layanan dengan kebutuhan pelanggan. “Tetapi juga, tetap memberikan harga yang kompetitif dan terjangkau,” kata dia dalam keterangan tertulis kepada Katadata.co.id, Jumat (22/11). 

Telkomsel dan XL Axiata masih mengkaji dampak penerapan PPN 12% terhadap permintaan layanan. “Kami masih mengkaji, termasuk memantau kesiapan pasar dan daya beli masyarakat,” kata Group Head Corporate Communication XL Axiata Reza Mirza kepada Katadata.co.id.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan PPN naik dari 11% menjadi 12% tahun depan. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Melansir laman Kementerian Keuangan, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di Indonesia, impor BKP/JKP dari luar negeri, ekspor BKP/JKP, pembangunan sendiri, serta penyerahan aktiva oleh PKP yang awalnya tidak untuk dijual. 

Semua barang dan jasa pada prinsipnya dikenakan PPN, kecuali yang dikecualikan berdasarkan UU. Pulsa dan data termasuk yang dikenakan PPN. 

Berdasarkan survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII 2023, pengeluaran internet masyarakat per bulan sebagai berikut:

  • 42,95%: Rp 50.001 – Rp 100 ribu
  • 42,2%: Rp 10 ribu – Rp 50 ribu
  • 1,48%: di bawah Rp 10 ribu

Secara keseluruhan, Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menyampaikan dampak kenaikan PPN sembilan kali lipat.

“Peningkatan PPN 1% ini akan membuat konsumen menanggung kenaikan harga barang hingga 9% tahun depan,” demikian isi laporan INDEF.

Perhitungannya sebagai berikut: (12-11)/11 x 100 = 9,09%

Hal itu bisa berdampak terhadap daya beli, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi. INDEF memperkirakan kebijakan ini berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi 0,02%. 

Reporter: Kamila Meilina