Elon Musk, pemilik platform X atau Twitter, memprotes rencana undang-undang pemerintah Australia yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial.
Rancangan undang-undang ini juga mengancam platform dengan denda hingga A$49,5 juta atau setara Rp 511,2 miliar, jika terjadi pelanggaran sistemik.
Pemerintah “kiri-tengah” Australia memperkenalkan RUU tersebut di parlemen. RUU tersebut berencana untuk mencoba sistem verifikasi usia untuk menegakkan batas usia media sosial.
Elon Musk mengecam kebijakan tersebut, dalam cuitannya yang membalas Perdana Menteri Anthony Albanese di platform X.
"Sepertinya ini adalah cara tersembunyi untuk mengontrol akses internet bagi seluruh warga Australia," kata Musk pada Kamis (21/11), dilansir dari Reuters.
Musk menyebut langkah ini sebagai "cara pintu belakang untuk mengontrol akses internet bagi semua warga Australia."
Selain Australia, beberapa negara lain, seperti Prancis dan AS, juga berupaya mengatur penggunaan media sosial oleh anak-anak. Namun pendekatan Australia dinilai lebih keras karena tidak memberikan pengecualian untuk persetujuan orang tua atau akun yang sudah ada sebelumnya.
Prancis tahun lalu mengusulkan larangan media sosial bagi mereka yang berusia di bawah 15 tahun tetapi mengizinkan persetujuan orang tua. Sedangkan Amerika selama beberapa dekade mewajibkan perusahaan teknologi untuk meminta persetujuan orang tua untuk mengakses data anak-anak di bawah 13 tahun.
Musk sebelumnya bentrok dengan kelompok buruh kiri tengah Australia atas kebijakan media social. Pada April, X menggugat regulator siber Australia terkait perintah penghapusan konten tertentu. Langkah ini memicu komentar pedas dari Perdana Menteri Albanese yang menyebut Musk sebagai "miliarder yang sombong".