TikTok terancam diblokir di Amerika bulan depan. Perusahaan meminta Mahkamah Agung AS menunda sementara undang-undang yang mewajibkan ByteDance, perusahaan induk yang berbasis di Cina, untuk melepas aplikasi tersebut paling lambat 19 Januari.
TikTok dan ByteDance mengajukan permintaan darurat agar larangan tersebut ditangguhkan sementara pada Senin (16/12). Mereka mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang mendukung UU terkait.
Sekelompok pengguna TikTok di Amerika mengajukan permintaan serupa.
Pada hari yang sama, Presiden Amerika terpilih Donald Trump bertemu dengan CEO TikTok Shou Zi Chew di klub Mar-a-Lago milik Trump di Palm Beach, Florida.
TikTok memiliki sekitar 170 juta pengguna di Amerika Serikat atau media sosial paling populer di negara ini.
Perusahaan penyedia layanan video pendek itu memperkirakan bisnis kecil di Amerika kehilangan pendapatan lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 16 triliun dalam sebulan, sejak TikTok dilarang. Selain itu, kreator konten diperkirakan kehilangan hampir US$ 300 juta atau Rp 48 triliun.
Sejak tujuh bulan lalu, TikTok mengajukan gugatan terhadap pemerintah terkait larangan tersebut karena dianggap melanggar konstitusi kebebasan berbicara dan kebebasan individu. Namun dua pekan lalu (6/12), pengadilan banding Amerika menolak keberatan itu .
Jika Mahkamah Agung ikut menolak penangguhan sementara pemberlakuan UU, maka TikTok akan diblokir pada 19 Januari. Toko aplikasi dan layanan internet di Amerika akan didenda jika menyediakan akses untuk aplikasi video pendek ini.
Kongres mengesahkan UU yang mewajibkan ByteDance menjual operasional TikTok di Amerika pada April. Departemen Kehakiman menyatakan TikTok terafiliasi dengan perusahaan asal Cina, sehingga menimbulkan ‘ancaman keamanan nasional yang serius’.
Hal itu karena TikTok dinilai memiliki akses terhadap data pengguna Amerika seperti lokasi dan pesan pribadi, serta potensi untuk memanipulasi konten yang ditampilkan di aplikasi.