Profil Chen Zhi: Taipan Muda Kamboja, Diduga Pemilik Kerajaan Penipuan Online
Chen Zhi menjadi buruan interpol setelah Departemen Kehakiman Amerika Serikat atau DOJ menyatakan taipan muda Kamboja ini diduga menjadi otak penipuan kripto internasional, yang melibatkan kamp kerja paksa dan jaringan kejahatan lintas-negara.
Pemerintah Amerika Serikat menyita lebih dari US$ 14 miliar atau Rp 232 triliun (kurs Rp 16.595 per US$) dalam bentuk 127.271 bitcoin dari Chen Zhi. Nilai Bitcoin (BTC) yang digunakan US$ 114.810 atau Rp 1,85 miliar.
Chen Zhi juga dituduh terlibat dalam konspirasi penipuan online dan pencucian uang.
Pendiri Prince Group kini masuk daftar buronan internasional setelah otoritas AS dan Inggris menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap dirinya dan perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kendalinya.
Melansir BBC (15/10), DOJ menyebut kasus itu sebagai salah satu operasi penindakan kejahatan keuangan, dengan sitaan terbesar sepanjang sejarah.
Menurut DOJ, Chen Zhi membangun kerajaan penipuan online melalui jaringan perusahaan Prince Group yang berbasis di Kamboja. Situs resmi grup perusahaan mengklaim mereka bergerak di sektor properti, keuangan, dan layanan konsumen.
Namun, menurut penyelidikan AS, Prince Group sebenarnya beroperasi sebagai organisasi kriminal transnasional terbesar di Asia.
Para korban, yang tersebar di berbagai negara, dijebak melalui skema investasi kripto palsu. Mereka diyakini mengirimkan aset digital dengan janji keuntungan tinggi, padahal dana ini justru disalurkan ke jaringan kejahatan Chen Zhi.
Dokumen pengadilan menunjukkan Chen Zhi dan Prince Group membangun sedikitnya 10 kompleks penipuan di Kamboja, lengkap dengan fasilitas menyerupai kamp kerja paksa.
Para pekerja di sana, yang juga banyak di antaranya korban perdagangan manusia, dipaksa melakukan penipuan online di bawah ancaman kekerasan.
Dalam dua kompleks yang disita aparat, ditemukan lebih dari 1.200 ponsel yang digunakan untuk mengoperasikan 76 ribu akun media sosial palsu. Panduan internal perusahaan bahkan memberi arahan bagi operator scam agar menggunakan foto profil medsos yang tidak terlalu menarik agar tampak lebih meyakinkan di mata calon korban.
Dari hasil kejahatan itu, Chen Zhi dan rekan-rekannya diduga menikmati gaya hidup mewah, membeli jet pribadi, jam tangan langka, dan karya seni mahal, termasuk lukisan Picasso dari rumah lelang di New York.
Menurut laporan pengadilan, jaringan Chen Zhi beroperasi dalam skala industri, dengan modus penipuan hubungan romantis alias romance scam dan investasi palsu yang menargetkan korban di seluruh dunia.
Jika terbukti bersalah, Chen Zhi menghadapi hukuman maksimal 40 tahun penjara.
Profil Chen Zi
Chen Zhi lahir dan dibesarkan di Provinsi Fujian, Tiongkok bagian tenggara. Ia memulai kariernya dari bisnis kecil di bidang gim daring, namun kurang berhasil, sebagaimana dilansir dari BBC, Minggu (26/10).
Sekitar 2010 atau 2011, ia pindah ke Kamboja ketika era tren investasi properti. Chen Zhi memanfaatkan momentum ini untuk masuk ke bisnis real estate dan mulai menanamkan modal di tengah derasnya arus investasi asal Tiongkok.
Pada 2014, Chen Zhi menjadi warga negara Kamboja dengan investasi minimal US$ 250 ribu atau Rp 4,15 miliar. Dengan begitu, ia memiliki hak untuk membeli tanah atas nama pribadi di negara tersebut.
Namun, sejak awal sumber kekayaannya kerap menjadi misteri. Saat mengajukan pembukaan rekening bank di Isle of Man pada 2019, Chen mengklaim bahwa pamannya memberinya dana awal US$ 2 juta untuk bisnis properti pada 2011, alias tanpa bukti yang jelas.
Chen Zhi mendirikan Prince Group pada 2015, saat usianya baru 27 tahun. Awalnya perusahaan berfokus pada pengembangan properti. Grup ini berkembang pesat dengan membangun Prince Bank, sejumlah pusat perbelanjaan, hotel mewah, hingga proyek ambisius bernama Bay of Lights Eco-City di Sihanoukville senilai US$ 16 miliar.
Untuk memperluas jangkauan bisnis, Chen Zhi memperoleh paspor Siprus melalui investasi US$2,5 juta yang memberinya akses ke Uni Eropa, serta kewarganegaraan Vanuatu guna mempermudah aktivitas lintas-negara. Ia bahkan mendirikan dua maskapai penerbangan di Kamboja.
Pengaruh Chen Zhi semakin kuat setelah diangkat menjadi penasihat Menteri Dalam Negeri Kamboja, Sar Kheng dan menjalin hubungan bisnis dengan putranya, Sar Sokha. Ia juga menjadi penasihat bagi Perdana Menteri Hun Sen dan kemudian Hun Manet.
Pada 2020, ia menerima gelar kehormatan tertinggi dari Raja Kamboja, Neak Oknha, yang diberikan kepada penyumbang besar bagi negara.
Media lokal sempat menyanjung Chen Zhi sebagai filantropis sukses, karena kontribusinya dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemberian beasiswa bagi pelajar miskin. Namun, di balik citra dermawan dan kepribadiannya yang tenang, Chen diduga mengendalikan jaringan bisnis gelap berskala internasional.
Penyelidikan internasional pada 2025 menemukan bahwa kekayaan Chen sebagian besar berasal dari operasi penipuan daring, perdagangan manusia, dan pencucian uang.
Menurut dokumen pengadilan AS, jaringan Chen memanfaatkan ratusan ribu akun media sosial palsu untuk menipu korban, termasuk lewat skema romance scam dan investasi kripto palsu.
Beberapa perusahaan di bawah Prince Group, seperti Golden Fortune Resorts dan Jin Bei Group, disebut dalam laporan Amnesty International karena menjalankan kamp kerja paksa dan penyiksaan terhadap pekerja asing.