Menjelang pergantian tahun, anak muda kembali menyusun tekad untuk lebih rapi dalam segala hal termasuk mengatur keuangan. Resolusi seperti menabung lebih disiplin, mengurangi belanja impulsif, atau lebih waspada terhadap penipuan digital kembali memenuhi lini masa.

Namun, laporan dan data terbaru menunjukkan bahwa generasi Z menghadapi tekanan finansial yang jauh lebih besar ketimbang generasi sebelum mereka dan ancaman itu datang dari berbagai arah.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap, hampir 40% kredit macet pinjol (pinjaman online) berasal dari kelompok usia 19–34 tahun, sebuah rentang usia yang mencakup Gen Z dan milenial muda. Banyak dari mereka memanfaatkan layanan paylater hingga pinjol yang menawarkan proses cepat tanpa agunan.

Namun, aksesibilitas ini justru membuka jalan bagi perilaku konsumtif yang kerap didorong oleh budaya digital seperti FOMO atau YOLO. Fenomena ini diperkuat oleh riset yang menunjukkan lebih dari 60% anak muda di Indonesia tidak memiliki dana darurat, sehingga tekanan utang mudah berubah menjadi krisis pribadi.

Situasi semakin rumit ketika beban mental menyertai kondisi finansial. Survei Talker Research yang dipublikasikan Newsweek mencatat, 52% Gen Z memikirkan utang mereka hampir setiap waktu. Tekanan ekonomi, ketidakstabilan pekerjaan, dan gaya hidup digital yang mendorong konsumsi membuat generasi muda berada dalam pusaran finansial yang sulit keluar jika tidak ada kontrol yang lebih disiplin.

Generasi Paling Online, Risiko Paling Tinggi

Pada saat yang sama, lingkungan digital juga semakin memberikan dampak besar. OJK mencatat adanya 274.722 laporan penipuan pada periode November 2024 hingga September 2025, atau rata-rata 874 laporan per hari. Pada Oktober 2025, jumlahnya melonjak menjadi 297.000 laporan, dengan total kerugian mencapai Rp7 triliun.

Modus penipuan didominasi oleh SMS phishing, telepon palsu, tautan jebakan, hingga akun marketplace tiruan. Semuanya memanfaatkan celah kelengahan pengguna digital, terutama mereka yang aktif di media sosial dan terbiasa menyerahkan data pribadi secara serampangan. Tekanan finansial, ketidakstabilan ekonomi, dan ancaman penipuan digital membentuk lanskap baru yang kompleks bagi Gen Z.

AI bisa jadi “Financial Co-Pilot” Baru

Namun di tengah tantangan itu, muncul tren menarik: banyak anak muda mulai memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan sebagai alat bantu finansial harian. AI seperti ChatGPT, misalnya, kini kerap digunakan untuk mengelompokkan pengeluaran per bulan, merumuskan rencana menabung, hingga memberi rekomendasi anggaran berdasarkan gaya hidup dan penghasilan.

Pendekatan tersebut tidak hanya praktis, tetapi juga memberi ruang bagi personalisasi yang selama ini tidak dimiliki aplikasi keuangan tradisional.

Tri sebagai provider anak muda sadar betul akan perkembangan AI dan bagaimana anak muda saat ini banyak yang memanfaatkan AI untuk kehidupan sehari-hari. Tri memperkenalkan serangkaian fitur berbasis AI yang dirancang bukan hanya sebagai alat hiburan atau produktivitas, tetapi sebagai navigator digital bagi generasi muda.

Salah satunya, dengan Fitur Tri AI: Anti Spam & Scam yang bekerja sebagai lapisan proteksi real-time yang menandai panggilan dan SMS mencurigakan dengan kategori warna, mulai dari toska untuk nomor aman hingga merah untuk nomor berisiko. Di tengah lonjakan kasus penipuan yang dilaporkan OJK, fitur ini menjadi garda depan bagi pengguna muda yang sering menjadi target empuk aksi scam.

Di luar keamanan digital, Tri juga memiliki ekosistem TechMate yang bertujuan untuk mengedukasi anak muda terkait penggunaan AI dan aplikasi AI apa saja yang bisa digunakan untuk membuka peluang produktivitas dan kreativitas. Seperti aplikasi financial co-pilot, pembuatan avatar, ilustrasi, podcast, dan ringkasan dokumen memberi ruang bagi anak muda untuk mengembangkan portofolio, bahkan memonetisasi karya digital mereka.

Bagi banyak anak muda, AI membantu mengambil keputusan sehari-hari yang sebelumnya sering diambil berdasarkan impuls atau kebiasaan.

Lebih Dekat, Lebih Aman

Memasuki 2026, generasi Z menghadapi tantangan finansial yang meningkat sekaligus risiko digital yang semakin agresif. Namun mereka juga menjadi generasi pertama yang tumbuh dengan akses luas terhadap teknologi AI. Dengan memanfaatkannya secara bijak, mereka dapat keluar dari jebakan utang, membangun kebiasaan finansial yang lebih sehat, serta menjaga diri dari ancaman scam.

Selain itu, generasi muda membutuhkan lebih dari sekadar akses internet. Mereka butuh navigator atau alat yang bukan hanya canggih, tetapi mampu pula memberi pemahaman, konteks, dan perlindungan di dunia digital yang semakin kompleks.

Dengan integrasi AIVolusi 5G, Tri tidak hanya membangun jaringan yang lebih cerdas, tetapi juga menyiapkan teknologi dan terus berinovasi. Melalui edukasi, notifikasi dini, hingga fitur perlindungan pintar, Tri mendampingi Gen Z menjadi pengguna digital yang lebih percaya diri, adaptif, dan aman dalam memanfaatkan kekuatan AI.

Pada akhirnya, masa depan digital bukan hanya tentang teknologi yang berkembang cepat, tetapi tentang siapa yang mampu memahaminya dan menggunakannya sebagai alat untuk maju.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.