Suci, 24 tahun, nyaris saja mentransfer uang puluhan juta rupiah setelah menerima telepon dari nomor tak dikenal. Suara di seberang terdengar persis seperti adiknya yang sedang panik, meratap, serta meminta bantuan segera karena kecelakaan. Barulah setelah telepon terputus, Suci curiga. Ia menghubungi adiknya, dan ternyata semuanya baik-baik saja. Suara itu palsu, dibuat oleh AI.
Cerita seperti Suci bukan terjadi kepada satu-dua. Selama setahun terakhir, modus penipuan digital berbasis AI meningkat tajam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lebih dari 70 ribu laporan penipuan hingga Agustus 2025, sementara kerugian kejahatan finansial mencapai Rp7,8 triliun hanya dalam satu tahun, periode November 2024 – November 2025. Dua pola paling marak, yakni pemalsuan suara dan deepfake wajah orang terdekat korban.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi pada Agustus 2025 mengungkapkan, pelaku memanfaatkan media sosial untuk merekam dan meniru suara maupun wajah seseorang. Deepfake membuat seolah-olah seseorang benar-benar berbicara di video. Hasilnya, korban terkecoh lantaran merasa berhadapan langsung dengan orang yang mereka percaya.
Ancaman Bergerak Lebih Cepat dari Kewaspadaan
Sementara itu, Debora Irene Christine, Project Manager bidang Kebijakan dan Tata Kelola Data Yayasan Tifa menyebut perkembangan teknologi AI ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi mendorong efisiensi, namun di sisi lain membuka jalan bagi ancaman yang jauh lebih cepat dan otomatis.
“Anti-scamming ini ketika dikembangkan potensi efektifitasnya besar, namun saat bersamaan teknologi AI juga berubahnya lebih cepat lagi. Jadi, ini kejar-kejaran,” ulasnya kepada Katadata, Rabu (10/12).
Di sinilah penyedia layanan, termasuk operator seluler, mulai membangun sistem pertahanan berbasis AI prediktif. Teknologi yang diusung mempunyai kemampuan membaca pola, mengenali anomali, dan menandai potensi ancaman bahkan sebelum pengguna menyadarinya.
Senada, Direktur Eksekutif Catalyst Policy-Works, Wahyudi Djafar menyebut, pemanfaatan AI sebagai langkah tak terhindarkan untuk melawan kembali kejahatan yang juga menggunakan AI.
“Ini terobosan, bisa identifikasi fraud sehingga korban bisa diminimalisasi dari risiko fraud,” ujarnya, Kamis (11/12).
Namun, ia mengingatkan bahwa teknologi harus tetap memegang prinsip perlindungan data pribadi atau konsumen.
Ketika Teknologi Dimanfaatkan dengan Bijak
Pada kesempatan lain, Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI, Agus Sudibyo, memandang penipuan AI hanya bisa ditandingi dengan AI pula. Teknologi memungkin hal itu bisa dilakukan. Akan tetapi, ia menggarisbawahi penting pula literasi digital bagi pengguna.
“Apapun aplikasi yang ditawarkan provider, user (pelanggan) harus faham ini aplikasi apa dan provider pun harus menjelaskan. Jangan sampai aplikasi itu mengandung risiko data bridge,” wanti-wanti Agus saat dihubungi Katadata, Rabu (10/12).
Lebih lanjut, ia berpandangan, AI yang efektif menangkal scam bukanlah AI generatif seperti yang umum digunakan publik, tetapi AI prediktif-analitik yang dirancang khusus untuk mendeteksi penipuan.
Tri AI: AntiSpam/Scam dalam Lini Pertahanan Digital Harian
Di tengah kejar-kejaran teknologi ini, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) melalui brand Tri menghadirkan Tri AI: Anti Spam/Scam, sebuah sistem proteksi berbasis AI yang bekerja otomatis lewat jaringan.
Fitur ini membaca pola panggilan dan pesan yang masuk, memeriksa apakah nomor tersebut memiliki riwayat spam di jaringan nasional, dan memberikan tanda peringatan kepada pengguna. Deteksinya sederhana, tersaji visual, dan mudah dipahami, yakni:
- Toska untuk Nomor Aman,
- Kuning untuk Nomor Tak Dikenal,
- Merah untuk Nomor Berisiko.
Pengguna tak perlu menginstal aplikasi tambahan atau memiliki ponsel mahal. Teknologi AI dari Tri hadir dalam dua pilihan:
- Basic
Aktif otomatis pada pelanggan Tri dengan paket data aktif. Memberikan notifikasi telepon dan SMS mencurigakan. - Plus+
Mulai Rp50 ribu. Menyediakan pop-up notifikasi warna, peringatan SMS lebih jelas, dan rekam jejak panggilan di aplikasi bima+.
Filosofinya sederhana, teknologi AI dirancang memberi ruang bagi pelanggan untuk menimbang keputusan secara tenang, sebelum kepanikan mendorong respons yang salah.
Di ekosistem IOH secara luas, teknologi serupa telah mengidentifikasi lebih dari 500 juta SMS dan panggilan scam/spam, serta melindungi 11,5 juta pelanggan per bulan.
“Lewat inovasi ini, kami membuat AI dapat diakses semua orang, sekaligus menyelesaikan ancaman nasional seperti spam dan scam,” ujar Chief Marketing Officer Indosat, Vivek Mehendiratta dalam sebuah kesempatan.
2026: Saatnya Mengubah Perilaku Digital
Para pakar sepakat perlindungan digital tak cukup hanya dengan teknologi. Tahun 2026 harus menjadi momentum perubahan perilaku masyarakat. Tiga hal menjadi fondasi:
Selalu Verifikasi
Wahyudi menekankan, apapun yang masuk, baik pesan, tautan, maupun panggilan, pastikan sumbernya benar. Konsumen harus kritis dalam verifikasi, mengingat teknologi memungkinkan manipulasi suara. Konsumen juga harus tetap waspada mengidentifikasi apakah suatu peristiwa benar terjadi atau tidak.
“Tidak boleh tanpa checking. Harus kritis dalam verifikasi,” tandas Wahyudi.
Tidak FOMO
Deborah memberi peringatan tegas, “Data pribadi harus dijaga, dan tidak dipertukarkan dengan keuntungan ekonomi apapun.”
Sebagai user, sebaiknya jangan langsung berbicara ketika nomor tak dikenal menelepon. Jangan pula terburu-buru membagikan data.
Manfaatkan Tools AI sebagai Proteksi Tambahan
Fitur AI seperti yang diberikan oleh Tri, menjadi pagar pertama terhadap masuknya percobaan penipuan. Tidak menggantikan kewaspadaan, tetapi memberi sinyal dini yang dapat menyelamatkan.
Di tengah meningkatnya risiko kejahatan digital, Tri menempatkan diri bukan hanya sebagai penyedia layanan telekomunikasi, tetapi sebagai mitra keamanan bagi jutaan penggunanya. Melalui pemanfaatan AI untuk memblokir pola spam, mengidentifikasi potensi scam, hingga memberi peringatan dini, Tri membangun ekosistem komunikasi yang lebih aman dan cerdas.
Pendekatan ini menegaskan komitmen Tri, proteksi digital merupakan fondasi utama pengalaman bagi pelanggan. Di era ketika pesan mencurigakan bisa datang kapan saja, Tri hadir sebagai pelindung pertama, mengubah teknologi menjadi perisai yang bekerja senyap, namun cepat dan proaktif.