Pasar Karbon Dunia Terus Bergerak Meski Tanpa Payung Hukum

123RF.com/Elnur Amikishiyev
Perdagangan karbon.
12/7/2021, 14.22 WIB

Upaya untuk menetapkan standar tinggi perdagangan karbon dunia diperkirakan akan semakin tertinggal. Pasalnya sejumlah pasar komoditas dunia sudah mulai memperjual-belikan kontrak karbon sebelum payung hukumnya diterbitkan.

Seperti bursa komoditas di Chicago, Amerika Serikat (AS) dan juga di Singapura yang sudah mulai menjual kontrak karbon. Padahal gugus tugas pasar karbon sukarela yang dibentuk mantan gubernur Bank of England, Mark Carney, dan CEO Standard Chartered Bank, Bill Winters, baru akan memberikan rekomendasinya atas definisi offset karbon.

Gugus tugas itu mendefinisikan offset karbon sebagai sebuah token yang bisa digunakan perusahaan penghasil emisi karbon untuk mengurangi polusinya. Setelah itu langkah selanjutnya adalah membentuk badan tata kelola yang akan menetapkan aturan yang akan meningkatkan permintaan kredit karbon yang memenuhi janji iklimnya.

"Bursa komoditas di Chicago dan Singapura bergegas untuk memulai perdagangan kontrak karbon tahun ini sebelum standar itu diputuskan. Ini pun meningkatkan kekhawatiran gugus tugas akan gagal menciptakan struktur di pasar yang tidak diawasi pemerintah," ujar Kepala Institute of International Finance, Tim Adams, dikutip dari Bloomberg, Senin (12/7).

Pasalnya pembentukan kontur pasar karbon yang tepat dapat menjadi senjata ampuh dalam memerangi perubahan iklim. Terutama dengan menyalurkan uang yang sangat dibutuhkan proyek lingkungan penting di seluruh dunia.

Namun mendorong perdagangan kontrak karbon tanpa definisi yang jelas tentang apa itu offset karbon berkualitas dan bagaimana kredit harus digunakan untuk memperhitungkan total emisi perusahaan dapat memiliki konsekuensi yang buruk.

Pasalnya nilai penggantian kerugian yang dibayarkan perusahaan melalui kontrak karbon, bisa jadi tidak sebanding dengan volume emisi karbon yang dihasilkannya. Untuk itu, gugus tugas pasar karbon merumuskan offset seperti apa yang harus diperdagangkan, dan siapa saja yang diizinkan untuk membelinya.

Tujuan utama gugus tugas ini yaitu menghasilkan label Core Carbon Principle/CCP yang digunakan untuk menandai penyeimbangan yang memenuhi standar. “Kita perlu membangun dan segera meluncurkannya,” ujar Adams.

Sementara pejabat IIF lainnya, Sonja Gibbs, mengatakan bahwa gugus tugas telah melakukan sebagian besar kerja keras untuk menentukan prinsip-prinsip tersebut, terutama untuk memberikan arahan kepada siapa pun yang ingin mengadopsinya saat ini.

Setidaknya terdapat 3 rekomendasi tidak mengikat yang dikeluarkan gugus tugas ini, diantaranya:
- Tidak ada offset yang harus dikeluarkan dari pasar, kredit berkualitas tinggi harus mendapatkan label khusus.
- Setiap kredit harus ditandai dengan atribut tambahan seperti lokasinya, atau apakah itu menghilangkan CO2.
- Harus ada kerangka hukum yang kuat di balik semua kredit yang dijual.

Harapannya adalah badan tata kelola yang akan dibentuk dapat menetapkan kriteria untuk label CCP berkualitas tinggi sehingga perdagangan dapat dimulai pada 2022. Meski begitu, beberapa pasar komoditas tak ingin menunggu.

CME Group Inc., salah satu bursa derivatif terbesar di dunia, telah memulai transaksi kontrak karbon. Sedangkan Singapura berencana untuk memulai perdagangan kontrak yang selaras dengan CCP sebelum para pemimpin dunia berkumpul di Skotlandia untuk pembicaraan iklim pada November mendatang.

Perdagangan kontrak karbon di Singapura akan difasilitasi oleh Climate Impact X, platform baru yang didukung oleh perusahaan investasi, bursa saham dan bank terbesar.

Perdagangan di Singapura kemungkinan akan didasarkan pada pedoman kasar yang telah ditetapkan oleh gugus tugas sejauh ini. Tidak jelas apakah kontrak tersebut nantinya dapat diubah agar sesuai dengan CCP setelah final.

Reporter: Verda Nano Setiawan