Studi: Kemampuan Manusia Diragukan Untuk Mengatasi Perubahan Iklim

ANTARA FOTO/REUTERS/Valentyn Ogirenko/WSJ/dj
Aktivis Ukraina mengikuti aksi menuntut aksi atas perubahan iklim di Kyiv, Ukraina, Jumat (19/3/2021).
Penulis: Happy Fajrian
25/8/2021, 10.15 WIB

Dampak dari perubahan iklim global mulai terasa dengan semakin banyaknya bencana alam yang disebabkannya. Namun sebuah studi menunjukkan manusia diyakini tidak dapat mengatasi masalah ini.

Berdasarkan Global Sentiment Survey 2021 yang dilakukan Dubai Expo 2020 terhadap lebih dari 22.000 responden di 24 negara, hanya 32% responden yang yakin dengan kemampuan manusia dalam mengatasi perubahan iklim.

Jika dirinci berdasarkan kawasan, responden dari Afrika memiliki keyakinan tertinggi terhadap kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan iklim yakni 40%. Sedangkan responden dari Amerika Utara dan Inggris memiliki keyakinan terendah, masing-masing 27% dan 24%.

“Meski hanya 32% responden yang yakin dengan kemampuan manusia untuk mengatasi perubahan iklim, tiga dari lima responden (61%) menyatakan optimistis dengan masa depan keberlanjutan dunia,” dikutip dari keterangan tertulis hasil survei, dikutip Rabu (25/8).

Di antara 24 negara yang disurvei, optimisme tersebut tinggi di sejumlah negara seperti Indonesia (82%), India (72%), Uni Emirat Arab (72%), dan Nigeria (69%). Tingkat optimisme itu lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju seperti Kanada (42%), Jerman (36%), Inggris (30%), dan Swedia (30%).

Rendahnya keyakinan terhadap kemampuan manusia dalam mengatasi perubahan iklim, cukup tercermin pada indikator survei lainnya. Seperti rendahnya keinginan untuk menggunakan sumber energi baru terbarukan (EBT) untuk listrik rumah dan memastikan perjalanan yang lebih berwawasan lingkungan.

Meski demikian responden cukup optimistis terhadap masa depan energi bersih dan EBT di seluruh dunia. Kawasan Afrika memiliki tingkat keyakinan responden tertinggi yakni 53%, lalu Amerika Selatan (50%), Timur Tengah (45%), Asia (44%), dan Australasia (42%).

Berkaitan dengan perubahan iklim, responden menyatakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian utama seperti meningkatkan akses transportasi lokal ramah lingkungan, akses penerbangan berkelanjutan (bebas karbon), lapangan perkerjaan berkelanjutan/hijau.

“Para responden juga mempertimbangkan berbagai aksi penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan dengan melakukan lebih banyak praktik ramah lingkungan dan mendukung bisnis lokal,” tulis survei tersebut.

Responden juga memiliki kecenderungan tinggi dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Kecenderungan ini paling tinggi di Polandia (54%), Tiongkok (49%), dan Prancis (48%).

Survei ini menggali berbagai pembahasan, termasuk kesehatan dan kebugaran, perjalanan berkelanjutan, rantai pasok makanan yang efisien, serta pemberdayaan masyarakat perkotaan dan pedesaan.

Sebanyak 86% responden menyebutkan kerja sama internasional sangat penting untuk memecahkan berbagai tantangan global, salah satunya pandemi.

Sementara, lebih dari separuh responden menilai berbagi keahlian daninovasi, serta kolaborasi individu dan komunitas sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai tantangan kemanusiaan dan membangun masa depan yang lebih sejahtera.

“Kami mengembangkan studi ini untuk memahami lebih baik tentang kemampuan manusia membentuk masa depan yang lebih cerah untuk semua,” kata Reem Al Hashimi, Menteri Negara dan Direktur Pelaksana Dubai World Expo 2020 Bid Committee.