Perbankan BUMN, PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI, baru saja mengumumkan akan membatasi penyaluran kredit ke sektor energi fosil. Aktivis lingkungan mendorong bank dan penyedia jasa keuangan lainnya mengikuti langkah BRI.
Koordinator Bersihkan Indonesia (BI) Ahmad Ashov Birry mengatakan langkah BRI itu bisa diikuti oleh sejumlah lembaga keuangan lainnya seperti lembaga asuransi, bank swasta maupun bank-bank plat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA).
Ashov menilai saat ini kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu keberlanjutan iklim mulai menguat akibat dampak yang semakin terasa seperti mewabahnya bencana meteorologis dan pencemaran lingkungan.
"Masyarakat akan sadar 'oh bencana-bencana ini didanai oleh bank-bank yang di mana kita menyimpan dananya'. Kelamaan kredibilitas mereka akan dipertanyakan," kata Ashov dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (7/6).
Alumnus Sekolah Program Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) tersebut menambahkan, lembaga keuangan di Indonesia selayaknya mulai beralih untuk memberikan investasi kepada upaya pengembangan energi terbarukan.
"Karena energi terbarukan ini keuntungannya jangka panjang dan berkelanjutan. Beda dengan batu bara yang jelas tidak berkelanjutan karena marusak lingkungan," ujarnya.
Berdasarkan studi yang dirilis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), lebih dari 100 lembaga keuangan global memutuskan keluar dari pembiayaan proyek PLTU batu bara maupun pertambangan. Terbaru, Bank of China juga memutuskan untuk keluar dari bisnis ini. Tren ini juga diikuti oleh beberapa bank besar di Asia Tenggara, seperti Maybank dan CIMB.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai langkah Bank BRI untuk mengurangi penyaluran kredit ke perusahan sektor energi fosil sejalan dengan misi mereka yang seharusnya fokus pada penyaluran kredit ke sekror usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Sangat wajar kalau mereka tidak lagi membiayai perusahaan batu bara karena memang fokus mereka adalah adalah ke UMKM," kata Mamit saat dihubungi.
Mamit menilai penyaluran kredit kepada perusahaan batu bara masih memberikan keuntungan bagi sejumlah bank. Pola seperti ini masih bisa sejalan dengan proyek transisi energi yang digaungkan oleh Pemerintah.
"Selama prinsip-prinsip perekonomian, kehati-hatian dan transparansi ini bisa berjalan pararel dengan upaya transisi energi," ujar Mamit.
Sebelumnya diberitakan, PT Bank Rakyat Indonesia membatasi penyaluran kredit ke sektor energi yang bersumber dari bahan bakar fosil seperti pertambangan batu bara dan minyak bumi. Hal ini disampaikan Direktur Utama BRI, Sunarso di konferensi World Economic Forum, Davos, Swiss.
BRI disebut sebagai perusahaan perbankan pertama di Tanah Air yang menginisiasi pembatasan pembiayaan ke sektor energi fosil. Inisiatif untuk membatasi pendanaan ke sektor pertambangan batu bara sebetulnya sudah diutarakan manajemen perseroan dalam laporan tahunan 2020.
BRI disebut tidak akan lagi memberikan pembiayaan kredit pada usaha yang merusak lingkungan dan berkomitmen untuk menerapkan praktik keuangan berkelanjutan yang diintegrasikan dengan aspek ESG (Environment, Social, and Governance).
"BRI turut membentuk Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) beserta tujuh Bank lainnya yang masuk dalam kelompok “First Movers on Sustainable Banking," seperti dikutip dari kampanye gerakan www.bersihkanbankmu.org, Minggu (29/5).