Indonesia Raih Pinjaman Rp 4,7 T untuk Atasi Sampah Plastik di Laut

ANTARA FOTO/Andri Saputra/YU/nym.
Seorang anak mencari sampah plastik yang berserakan di Pantai Kampung Makassar Timur, Kota Ternate, Maluku Utara, Kamis (20/10/2022).
Penulis: Amelia Yesidora
10/11/2022, 09.15 WIB

Indonesia telah memperoleh pinjaman senilai € 300 juta atau setara Rp 4,7 triliun (kurs Rp 15.700) dari KfW Development Bank, Asian Development Bank, dan Badan Pembangunan Perancis (AFD) untuk mengurangi sampah plastik di laut.

Management Committee KfW Development Bank, Christian Krämer, mengatakan pinjaman ini mendukung target Indonesia untuk mengurangi sampah plastik di laut hingga 70% pada 2025.

Hal ini sudah berdasarkan matriks kebijakan yang disepakati melalui dialog dengan kementerian terkait, sesuai dengan prioritas nasional yang sudah ditetapkan pemerintah sebelumnya.

“Setelah kita mencapai tujuan tersebut, pinjaman ini kemudian akan disebarkan,” ujar Krämer dalam diskusi bertajuk Collaborative Actions to Handle Plastic Debris in Indonesia di Pavilion Indonesia dalam rangkaian COP27, Sharm El-Sheikh, Mesir, Rabu (9/11) pagi waktu setempat.

Dalam paparannya, pinjaman ini akan diberikan untuk setiap fase kebijakan terkait tujuan tersebut dan langsung masuk ke kas anggaran. Selanjutnya, akan ada pelengkap berupa hibah untuk bantuan teknis bagi kementerian terkait. Contoh bantuan teknis ini bisa berupa studi benchmarking, peningkatan kapasitas, dan konsultasi kebijakan.

Pada kesempatan yang sama, Krämer menilai bahwa penanganan sampah plastik di Indonesia sudah mulai terlihat hasilnya, namun masih berjalan dengan lambat.

Menurutnya, masalah utama berada di sektor hilir, di mana rata-rata pengumpulan sampah di Indonesia masih berkisar di angka 39% dan hanya 10% di antaranya yang didaur ulang. Sampah yang tidak ditangani ini kemudian termasuk dalam 10% dari emisi gas kaca yang ada di Indonesia.

Selain itu, nilai anggaran untuk penanganan sampah di tingkat kotamadya dinilai masih belum memadai. Padahal, Indonesia harus meningkatkan pengumpulan sampah plastik senilai dua kali lipat dari nilai sekarang, 39%, menjadi lebih dari 80% pada 2025.

Masalah lain yang turut disoroti Krämer adalah pengumpulan data sampah laut yang belum memadai di Indonesia. Adanya data yang transparan dan bisa dipercaya menurutnya bisa menguatkan kepercayaan masyarakat tentang program ini.

“Kalau tidak begitu, rencana aksi tidak akan tercapai dan pembiayaan ini tidak akan berhasil. Jadi penting untuk melibatkan masyarakat, dan dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang seksama,” katanya.

Berdasarkan laporan Condor Ferries, ada sekitar 12,7 juta ton sampah plastik di lautan setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 3,53 juta ton atau 29% sampah plastik di lautan berasal dari Cina.

Negara Asia lain juga menyumbang sampah plastik terbesar, yakni 21%. Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka merupakan negara di Asia yang turut berkontribusi besar terhadap banyaknya sampah plastik di lautan.

Sampah plastik membuat lebih dari 1 juta burung laut dan 100 ribu mamalia laut terbunuh. Sebanyak 700 spesies hewan laut pun terancam punah akibat keberadaan sampah plastik tersebut.

Partikel di dalam sampah plastik juga berbahaya bagi manusia. Pasalnya, manusia mengonsumsi ikan atau hewan laut yang telah menelan partikel beracun dari sampah plastik. Simak databoks berikut:

Reporter: Amelia Yesidora