Perdagangan Karbon Dimulai, PLN Siap Jual Kredit Karbon 1,57 Ton CO2e

Leonid Sorokin/123RF
Ilustrasi emisi karbon.
22/2/2023, 19.26 WIB

PLN berencana menerbitkan kredit karbon dalam bentuk sertifikat penurunan emisi (SPE) dengan nilai carbon offset 1,57 juta ton CO2e pada 2023, seiring dimulainya mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik, terutama untuk PLTU batu-bara.

SPE ini nantinya akan dijual kepada perusahaan pemilik PLTU yang mengeluarkan emisi di luar batas atas yang telah ditetapkan. Direktur Utama PT PLN Nusantara Power, Rully Firmansyah, menyampaikan SPE akan disuplai dari tiga proyek pembangkit listrik non batu bara PLN

Salah satunya yaitu pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) di Blok 3 Muara Karang, Jakarta Utara. PLTGU ini tercatat mampu mereduksi emisi hingga 1,2 juta ton CO2e sejak dua tahun terakhir.

"Projek di Muara Karang telah divalidasi oleh Kementerian ESDM, di sana ada potensi 1,2 juta SPE," kata Rully saat menjadi pembicara di agenda peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Kementerian ESDM pada Rabu, (22/02).

Selain itu, PLN juga punya aset lain berupa pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Renun dan PLTA Sipansihaporas yang terletak di Sumatera Utara. Dua PLTA ini sanggup mereduksi 363 ribu CO2e sepanjang tahun 2022. "Pada 2023 ini kami punya potensi SPE sebesar 1,5 juta ton CO2e yang bisa diperdagangkan," ujar Rully.

Kementerian ESDM resmi meluncurkan mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik mulai hari ini, Rabu (22/2). Mekanisme ini akan dijalankan oleh 99 PLTU batu bara yang dimiliki oleh 42 perusahaan dengan total kapasitas terpasang 33.569 megawatt (MW).

Dari puluhan PLTU yang terlibat, PLN menerjunkan 11 PLTU batu bara untuk menjadi peserta di dalam perdagangan karbon fase pertama. Pelaksanaan perdagangan karbon tahun ini wajib berlaku untuk PLTU batu bara yang tersambung ke jaringan tenaga listrik PLN dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.

Secara bertahap, perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batu bara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN.

"Kami punya potensi beberapa pembangkit yang surplus dan beberapa pembangkit yang defisit emisi di 2023. Ini yang harus kami siapkan juga mekanismenya, mana yang offset mana yang trading mana yang VCS," kata Rully.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan mekanisme perdagangan karbon pada subsektor tenaga listrik merupakan wujud komitmen dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.

"Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca," kata Arifin saat membuka acara peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Kementerian ESDM pada Rabu, (22/02).

Menurut Arifin, untuk mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di sektor energi sesuai dengan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) diperlukan dukungan dan partisipasi dari pembangkit yang memanfaatkan energi baru terbarukan dan pelaku usaha lainnya yang melakukan aksi mitigasi di sektor energi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu