Indonesia mengusulkan kerja sama dengan Republik Demokratik Kongo, dan Brazil dalam membentuk koalisi hutan dan karbon. Koalisi itu bertujuan mengurangi deforestasi, dan meningkatkan kapasitas penyerapan karbon untuk mengatasi perubahan iklim.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengomentari pertemuannya dengan Menteri Keuangan Republik Demokratik Kongo atau DRC beserta delegasi pada tanggal 11-13 Mei 2023. Selama berada di Indonesia, delegasi tersebut melakukan kunjungan ke beberapa industri militer dan pertambangan serta mengadakan pertemuan dengan pihak terkait.
"Kerja sama bilateral antara Indonesia dan Republik Demokratik Kongo diharapkan akan memberikan manfaat yang besar bagi kedua negara, terutama dalam bidang pembangunan ekonomi dan keamanan. Kami berharap bahwa melalui kerja sama ini, Indonesia dapat menjadi mitra strategis bagi DRC, dan kedua negara saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama," ujar Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (16/5).
Luhut mengatakan, Indonesia dan DRC juga sepakat dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Kedua negara memiliki pengalaman dalam bidang budidaya kelapa sawit yang berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia juga akan mengekspor produk jadi dan bahan baku kelapa sawit hingga DRC memiliki kilang pengolahan sendiri. Luhut menekankan komitmen pemerintah Indonesia untuk terus meningkatkan investasi dan pengembangan industri, dengan memperhatikan isu lingkungan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa kawasan industri di Indonesia tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, sehingga dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar," kata dia.
Sebagai upaya untuk memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan DRC, DRC akan mengajukan pembukaan Kedutaan Besar DRC di Indonesia. Sebaliknya, diharapkan Indonesia juga membuka Kedutaan Besar RI di Kinshasa.
Mengutip Climate Transparency Report 2021, baru ada 11 negara G20 yang memiliki skema tarif emisi karbon eksplisit di negaranya, baik melalui pajak karbon atau emission trading system (ETS).
Dari daftar negara tersebut, Perancis memiliki tarif rata-rata tertinggi. Sementara Indonesia belum termasuk.