UE Siap Salurkan Dana JETP Asal Kerangka Transisi Energi di RI Jelas

Nadya Zahira/Katadata
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi, saat jadi pembicara dalam agenda diskusi panel Sisiplus Katadata bertajuk “Pathways to a Prosperous Indonesia - Powered by Renewable Energy" di Jakarta, Selasa (24/10).
24/10/2023, 16.37 WIB

Uni Eropa  bersama negara-negara anggota yang merupakan bagian dari International Partners Group (IPG) menyatakan siap untuk menyalurkan pendanaan transisi energi melalui skema Just Energy Transition (JETP). Namun demikian, mereka meminta kerangka hukum jangka panjang dari transisi energi di Indonesia jelas. 

Negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi, mengatakan pihaknya tertarik membantu pendanaan JETP karena Indonesia telah berkomitmen mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060. Uni Eropa melihat Indonesia mempunyai niat untuk beralih ke energi bersih dari energi fosil. 

"Uangnya sudah ada dan siap untuk disalurkan. Tapi kami perlu  kerangka hukum jangka panjang yang ambisius dan dapat diandalkan untuk mengimplementasi ini," ujarnya dalam agenda diskusi panel Sisiplus Katadata bertajuk “Pathways to a Prosperous Indonesia - Powered by Renewable Energy" di Jakarta, Selasa (24/10).

Chaibi mengatakan, Indonesia harus berupaya lebih kuat untuk menurunkan emisi. Pengembangan energi baru terbarukan juga harus lebih cepat. Tak hanya itu, Indonesia juga harus lebih efisien dalam menggunakan energi. 

Chaibi menjelaskan, tujuan EU ingin kemitraan jangka panjang dengan Indonesia karena untuk memobilisasi dana awal dari JETP yang sebesar US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 310 triliun dalam pendanaan publik dan swasta. Dana tersebut akan disalurkan selama periode tiga tahun hingga lima tahun. 

Adapun pendanaan ini melalui skema hibah, investasi swasta, dan pinjaman konsesi . Rinciannya, dana US$ 10 miliar berasal dari komitmen pendanaan publik, dan US$10 miliar lainnya dari pendanaan swasta yang dikoordinatori GFANZ. 

Dia menyebutkan, UE dan Negara-negara anggota yang menjadi bagian dari IPG juga akan memobilisasi sekitar US$ 2,5 miliar. Dari jumlah tersebut, EU akan mendukung pendanaan melalui European Investment Bank (EIB) sebesar € 1 miliar atau setara Rp 16,89 triliun guna mendukung proyek-proyek transisi energi agar terus berjalan. 

“Kami Uni Eropa juga berkomitmen akan mengalokasikan dana sebesar US$ 25 juta dalam bentuk hibah dan bantuan teknis,” kata dia. 

Chaibi mengatakan, pihaknya akan berbuat banyak untuk terus mendorong transisi energi dan memperbaiki polusi agar tidak terjadi perubahan iklim di Indonesia. Untuk itu, dia meminta pemerintah RI untuk berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca setidaknya 55% pada tahun 2030. 

“Kalau pemerintah Indonesia serius dalam menjalankan upaya ini, maka kami juga siap salurkan dana JETP itu,” kata dia.

JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).

Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.

Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi mencapai US$25-30 miliar atau sekitar Rp 393-471 triliun selama delapan tahun ke depan.

Sebelumnya Afrika Selatan telah diumumkan sebagai penerima pertama program ini. Negara tersebut menerima pendanaan awal sebesar US$ 8,5 miliar melalui berbagai mekanisme, termasuk hibah, pinjaman lunak, investasi, dan instrumen berbagi risiko.




Reporter: Nadya Zahira