Pemerintah Indonesia berencana untuk melakukan program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya melalui pendanaan transisi energi dalam skema kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP).

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Tata Mutasya menilai rencana tersebut diprediksi akan sulit dijalankan karena ketidaksiapan negara-negara maju dalam memberikan pendanaan untuk program tersebut.

“Ada ketidak jelasan dari negara-negara maju terkait pendanaan JETP ini, bahkan dana hibah yang diberikan saja sangat sedikit,” ujar Tata dalam acara Katadata bertajuk ‘Dialog Masyarakat Sipil JETP,’ disiarkan secara daring, Selasa (14/11). 

Seperti diketahui pendanaan transisi energi JETP senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun, sebagian akan digunakan untuk pensiun dini PLTU batu bara.

Maka dari itu, Tata meminta kepada Sekretariat JETP untuk mendesak negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) agar lebih serius dalam menjalankan komitmennya yaitu, mendanai program transisi energi di Indonesia khususnya pensiun dini PLTU batu bara. 

Padahal, menurut dia negara-negara maju selama ini merupakan penghasil emisi karbon dioksida (CO2) terbesar di dunia. Sehingga sudah sewajarnya bagi mereka untuk terlibat dalam menurunkan emisi global.

Tak hanya itu, dia juga meminta kepada pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi penggunaan batu bara. Apalagi, ekonomi di Indonesia masih sangat bergantung kepada sektor batu bara karena memiliki nilai yang tinggi. 

“Maka batu bara ini harus diubah tidak menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam ekonomi Indonesia. Kalau ini bisa dijalankan, kemungkinan negara IPG juga akan berkomitmen untuk mendanai,” ujarnya. 

Pasalnya, dia menilai negara IPG masih enggan berkomitmen untuk mendanai program pensiun dini PLTU karena melihat Indonesia masih sangat bergantung terhadap energi fosil khususnya batu bara. “Kalau begini jadinya kontradiktif, kita mau pensiun dinikan PLTU batu bara, tapi kita juga masih bergantung,” kata dia. 

Butuh Rp 4,7 Triliun

Sebelumnya, pada November 2023, Sekretariat JETP merilis dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang berisi rencana pelaksanaan proyek JETP di Indonesia. Salah satunya terkait skenario pensiun PLTU batu bara.

Dokumen itu mencatat ada 2 PLTU yang diprioritaskan untuk pensiun dini, yakni PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 3x350 megawatt (MW) dengan batas usia operasional alami hingga 2024, dan PLTU Cirebon-1 berkapasitas 969 MW dengan batas usia operasional alami hingga 2042.

Untuk mendorong percepatan target net-zero emission sektor energi, Sekretariat JETP memproyeksikan PLTU Cirebon bisa pensiun dini pada 2037. Dana pensiun dini PLTU Cirebon mencapai US$ 300 juta atau Rp 4,7 triliun.

Sementara PLTU Pelabuhan Ratu ditargetkan pensiun dini pada 2037 dan membutuhkan dana US$ 870 juta atau sekitar Rp 13 triliun dengan kurs yang berlaku saat ini. Dengan demikian, pensiun dini dua PLTU tersebut diestimasikan membutuhkan dana US$ 1,17 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.

JETP Hanya Fasilitasi Pensiun Dini 1,7 GW

Pemerintah berencana untuk melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebesar 1,7 Gigawatt (GW) dengan menggunakan dana JETP. Hal itu tercantum dalam draf dokumen perencanaan dan kebijakan CIPP JETP yang baru saja dipublikasikan.

Rencana tersebut lebih rendah dari target Presiden Jokowi yang akan melakukan pensiun dini PLTU sebesar 5,2 GW. Rencana pensiun dini PLTU sebesar 5,2 GW juga sebenarnya sudah tercantum dalam draft JETP tahun lalu.

Menanggapi hal itu, Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, mengatakan rencana pensiun dini PLTU sebesar 5,2 GW masih ada dalam skenario JETP. Namun rencana tersebut terbagi menjadi dua yaitu progresif dan konservatif.

“Apakah rencana pensiun dini 5,2 GW masih ada? Ada. Kenapa ko basenya 1,7 GW? Karena kita ingin bikin rencana yang sesuai dengan apa yang ada di depan kita," ujarnya dalam Komunikasi Publik mengenai Draf Rencana Investasi JETP melalui daring, Jumat (3/11).

Dia mengatakan, sejauh ini dukungan konkret pensiun dini PLTU datang dari program Energy Transition Mechanism. Hal itu yang pada akhirnya dimasukkan dalam CIPP JETP. "Itu diatur berdasarkan yang ada di depan mata," ujarnya.

Reporter: Nadya Zahira