Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya menekan emisi gas rumah kaca hingga minus 140 juta ton setara karbon dioksida demi menutup emisi yang keluar dari sektor energi.
"Pada 2030, tidak boleh lagi ada emisi dari hutan," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di sela-sela perhelatan COP28 di Dubai, Kamis (30/11).
Siti menuturkan Indonesia berhasil mengelola dengan sistematis sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya selama hampir satu dekade terakhir. Hal itu tertuang dalam Rancangan Operasional Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU) Net Sink 2030 sebagai pedoman aksi iklim Indonesia.
Oleh karena itu, sektor kehutanan menjadi tulang punggung dalam menurunkan emisi secara keseluruhan terutama yang dihasilkan dari sektor energi. "Sektor kehutanan harus positif untuk membantu energi," kata Siti.
Indonesia menggunakan empat strategi utama untuk menurunkan emisi sektor FOLU, yaitu:
- Menghindari deforestasi
- Konservasi dan pengelolaan hutan lestari
- Perlindungan dan restorasi lahan gambut
- Peningkatan serapan karbon.
Pada 2019, emisi sektor energi mencapai 636 juta ton, lalu turun menjadi 584 juta ton dan 595 juta ton pada 2020 dan 2021. Penurunan itu akibat pengaruh pandemi COVID-19 yang memaksa orang-orang untuk tidak beraktivitas di luar rumah.
Ketika pandemi mereda pada 2022, angka emisi sektor energi naik drastis menjadi 715 juta ton.
Namun, Siti berpesan agar semua pihak untuk tidak marah dan komplain terhadap sektor energi Indonesia yang masih tinggi emisi. Hal itu mengingat negara-negara maju sudah selesai dengan kesejahteraan mereka dalam indikator energi sejak tahun 1970-an.
Semenatara Indonesia belum masuk kategori sejahtera. Hal ini bisa dilihat dengan pemakaian listrik rata-rata penduduk Indonesia hanya sekitar 1.200 kWh per kapita per tahun. Padahal kategori sejahtera memiliki tingkat konsumsi listrik mencapai 5.400 kWh per kapita per tahun.
"Saya selalu bilang dalam forum-forum internasional kalau memaksa Indonesia harus hancur-hancuran tekan energi itu akan berat karena rakyat juga harus sejahtera," tegas Siti.
Indonesia pada masa Presidensi G20 November 2022, bersama dengan International Partner Group (IPG) telah memulai perjanjian internasional (tidak mengikat) tentang Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan.
IPG dipimpin oleh AS dan Jepang, dengan anggota Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Italia, Norwegia dan Inggris.
Implementasi Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) JETP memproyeksikan sekitar 20 miliar dolar AS kepada masyarakat kemitraan swasta dengan pembiayaan investasi campuran khususnya untuk mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.