Global Stocktake COP28: Dunia Melenceng dari Target Perjanjian Paris

Katadata/Ezra Damara
Bendera Indonesia di antara bendera negara-negara peserta KTT Iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab.
4/12/2023, 15.47 WIB

Delegasi dari hampir 198 negara tengah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa (KTT PBB) terkait perubahan iklim edisi ke 28 atau disebut COP28 digelar pada 30 November - 12 Desember 2023 di Dubai, Uni Emirat Arab. COP yang merupakan singkatan dari "Conference of the Parties," merupakan pertemuan tahunan yang melibatkan para pihak, untuk bersama-sama mengatasi tantangan perubahan iklim.

Salah satu fokus utama pembahasan COP 28 adalah Global Stocktake. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi,  Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa COP 28 ini akan menjadi tempat pertama kalinya Global Stocktake dibahas. 

Global Stocktake adalah metode evaluasi yang dilakukan dalam lima tahun sekali. untuk mengukur progress komitmen iklim 198 negara yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution. Global Stocktake kali ini telah dimulai sejak 2 tahun lalu dengan tiga tahapan: pengumpulan informasi, penilaian teknis, dan negosiasi politik.

Dalam hasil Global Stocktake, dikemukakan bahwa dunia tidak berada pada jalur untuk mencapai target Paris Agreement.  Saat ini kenaikan suhu global sudah mencapai 1,1-1,2 C di atas rata-rata pre-industrial, bahkan mencapai 1,4 C tahun ini yang merupakan tahun terpanas menurut WMO (World Meteorological Organization). Padahal target dalam Perjanjian Paris adalah 1,5 C.

"Artinya pencapaian target tidak baik-baik saja. Evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan, what works and what does not works sangat perlu dilakukan segera” ujar ekonom yang juga merupakan Board Member WRI Indonesia melalui keterangan tertulis, Senin (4/12).

Masyita mengatakan pentingnya pendanaan iklim juga menjadi sorotan utama COP kali ini. Komitmen negara maju sebesar US$100 miliar per tahun  hingga 2025 tidak tercapai, bahkan jumlah yang dibutuhkan saat ini jauh lebih tinggi lagi.

Menurut laporan dari Independent High-Level Expert Group on Climate Finance, dibutuhkan pendanaan iklim setidaknya US$ 1 triliun per tahun pada 2025 untuk negara berkembang kecuali Tiongkok. Angka tersebut setara dengan 4,1 persen dari GDP dan sekitar US$ 2,4 triliun per tahun pada tahun 2030 (6,5% dari PDB).

Dia mengatakan, pemenuhan pendanaan tersebut memerlukan peran besar dari pemerintah, sektor swasta, Multilateral Development Bank (MDBs), lembaga keuangan internasional, dan pendanaan konvensional dalam berbagai bentuk.

"Karena itu koordinasi multilateral untuk memastikan pendanaan perubahan iklim berhasil dilakukan sangat penting, termasuk membangun ekosistem pendanaan transisi untuk negara berkembang seperti Indonesia, menyiapkan instrumen yang dapat crowding in private investment dan meneruskan reformasi MDBs untuk meningkatkan kapasitas pendanaan" ujarnya.

Di sisi lain, menjelang COP28, banyak perusahaan minyak dunia yang merupakan penghasil Gas Rumah Kaca (GRK) telah memiliki target net-zero pada tahun 2050. Presiden COP28, Sultan Al-Jaber sebagaimana dikutip Reuters mengatakan bahwa lebih dari 20 perusahaan minyak dan gas mendukung seruannya untuk mengurangi emisi karbon menjelang COP 28.

Jaber juga mengatakan bahwa lebih dari 20 perusahaan minyak dan gas telah memberikan tanggapan positif terhadap seruan untuk bersatu dalam mencapai netralitas karbon pada 2050. Mereka juga berjanji untuk mengurangi emisi metana dan menghilangkan pembakaran gas berlebih pada tahun 2030.

 COP 28 menjadi momentum krusial untuk mengatasi isu-isu global terkait perubahan iklim. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 97.000 delegasi yang telah terdaftar, termasuk negosiator, pengamat, dan media.

Ribuan delegasi ini berkumpul dengan tujuan membahas langkah-langkah konkrit dalam memperlambat perubahan iklim.