Kualitas Air Tanah di 45% Wilayah Jakarta Rusak dan Tercemar Bakteri

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Foto udara permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (21/2). Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan warga DKI harus berhenti menggunakan air tanah. Penggunaan tersebut menyebabkan air tanah DKI Jakarta semakin turun.
7/12/2023, 13.55 WIB

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan kualitas air tanah di 45% wilayah Jakarta telah rusak dan kritis. Air tanah tersebut bahkan sudah tercemar bakteri sejak 2018.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Bappenas, Vivi Yulaswati, mengatakan sebanyak 50% rumah tangga masih menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padahal air tanah tersebut mengandung bakteri karena sudah tercemar industri.

 "Lebih dari 60% sungai kondisinya sudah tercemar dengan sumber pencemaran seperti air limbah industri," ujarnya dalam acara Sosialisasi Regulasi Air Tanah dan Launching Gerakan Bijak Menggunakan Air Tanah, di Jakarta, Kamis (7/12).

Selain tercemar bakteri, kualitas air tanah rusak karena penggunaan air yang berlebihan. Penggunaan air tanah berlebihan menimbulkan dampak yang serius seperti  permukaan air tanah yang turun, adanya intrusi air laut, hingga degradasi tanah.

Dia mengatakan, permukaan tanah Jakarta juga sudah turun antara 0,04 hingga 6,3 cm per tahun di wilayah cekungan air tanah (CAT) pada 2015-2022. Oleh sebab itu, perlu keterlibatan aktif dari setiap individu, pemerintah, komunitas, dan berbagai sektor industri untuk mencegah kerusakan lebih lanjut,

 “Penggunaan air, khususnya air tanah harus diperhatikan dan jangan sampai penggunaanya berlebihan," ujar Vivi.

Berdasarkan data Bappenas,  sebanyak 12,7 juta hektar lahan di Indonesia kritis atau rusak parah. Ekstraksi air tanah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penurunan tanah dan juga pengurangan air seperti di pesisir Utara pulau Jawa.

"Bahkan hal tersebut diperparah dengan fasilitas sanitasi yang tidak memadai, yang sedang kita rasakan saat ini," ujarnya. 

 Vivi mengatakan, beberapa strategi yang dapat dilakukan agar kondisi air tanah tidak kritis dan tercemar yakni melalui konservasi dan penghematan air tanah. Selain itu, pemerintah juga perlu membangun infrastruktur air tanah yang berkelanjutan dan mengupayakan perencanaan pengelolaan air tanah berbasis ekosistem.

 "Tidak lupa bahwa tentunya edukasi dan kesadaran masyarakat baik melalui sosialisasi, dan menjaga hutan juga harus dilakukan," kata Vivi.

Aturan Baru Soal Air Tanah

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan pengelolaan penggunaan air tanah mendesak dilakukan untuk mencegah kerusakan dan penurunan permukaan lebih lanjut. Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

 Dalam aturan tersebut, masyarakat atau rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter  kubik (m3) per bulan harus memiliki izin terlebih dahulu. Sementara masyarakat dengan penggunaan air di bawah batas tersebut tidak wajib memiliki izin. 

 Namun demikian, dia mengatakan, pengambilan air tanah bukan satu-satunya penyebab adanya penurunan permukaan tanah. Terdapat faktor-faktor lain seperti kompaksi alami, tektonik dan pembebanan, serta imbas dari pembangunan infrastruktur di sekitar lokasi CAT.

 Wafid menegaskan masyarakat atau rumah tangga yang wajib berizin dalam penggunaan air tanah yakni hanya rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan. Mereka adalah rumah-rumah kalangan atas yang memiliki kolam renang, atau suatu korporasi besar. 

 Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas terkait aturan tersebut. Pasalnya, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin karena pemakaiannya rata-rata hanya berkisar 20-30 m3 per bulannya. 

 “Jadi saya juga minta teman-teman wartawan untuk mensosialisasi kepada masyarakat agar mereka tidak perlu khawatir, karena yang izin hanya yang pemakaiannya airnya di atas 100 m3,” kata dia 

 Menurut dia, 100 m3 atau 100.000 liter adalah jumlah yang sangat besar, setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon dengan volume 20 liter. 



Reporter: Nadya Zahira