OPEC Tolak Keras Upaya Pengakhiran Bahan Bakar Fosil di COP28

ANTARA FOTO/R. Rekotomo/Spt.
Aktivis lingkungan dari berbagai negara melakukan unjuk rasa saat berlangsungnya konferensi perubahan iklim COP28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat (8/12/2023). Mereka menuntut diakhirinya penggunaan bahan bakar fosil karena telah menjadi penyebab utama terjadinya perubahan iklim di dunia.
Penulis: Hari Widowati
9/12/2023, 13.54 WIB

OPEC menggalang para anggotanya dan sekutu-sekutunya yang memproduksi minyak untuk memveto sebuah usulan kesepakatan untuk menghapuskan bahan bakar fosil pada pertemuan iklim COP28. Hal ini menimbulkan sorotan terhadap perpecahan yang mendalam mengenai masa depan minyak dan gas.

Sedikitnya 80 negara menuntut kesepakatan COP28 yang menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil, karena para ilmuwan mendesak tindakan ambisius untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. Draf terbaru dari apa yang dapat menjadi kesepakatan akhir COP28 mencakup opsi-opsi untuk melakukannya.

"Tampaknya tekanan yang tidak semestinya dan tidak proporsional terhadap bahan bakar fosil dapat mencapai titik kritis dengan konsekuensi yang tidak dapat dipulihkan," tulis Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais dalam sebuah surat kepada para anggota kelompok tersebut, termasuk tuan rumah COP28, Uni Emirat Arab.

Dalam surat tertanggal 6 Desember itu, Al Ghais meminta anggota OPEC untuk menolak bahasa apa pun yang menargetkan bahan bakar fosil dalam kesepakatan KTT COP28.

Dalam sebuah jawaban atas pertanyaan Reuters mengenai surat tersebut, OPEC mengatakan bahwa mereka akan terus mendukung pengurangan emisi, bukan memilih sumber energi.

"Dunia membutuhkan investasi besar di semua energi, termasuk hidrokarbon, semua teknologi, dan pemahaman akan kebutuhan energi semua orang," kata Al Ghais dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (9/12).

Sebelumnya, Presiden COP28 Sultan Al-Jaber mendesak para delegasi dari hampir 200 negara untuk bekerja keras untuk mencapai konsensus sebelum COP28 berakhir pada 12 Desember.

"Mari kita selesaikan pekerjaan ini. Saya ingin Anda melangkah maju, dan saya ingin Anda keluar dari zona nyaman Anda," ujar Al-Jaber sebelum draf pernyataan tersebut dirilis, pada Jumat (8/12).

Meskipun bahan bakar fosil adalah sumber utama emisi pemanasan planet, tiga dekade KTT iklim PBB tidak pernah membahas masa depan mereka secara langsung. Keputusan untuk menghapuskan bahan bakar fosil secara bertahap akan menjadi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Berbagai Opsi dalam Draf Kesepakatan COP28

Rancangan kesepakatan COP28 mencakup berbagai opsi. Antara lain, menyetujui penghentian penggunaan bahan bakar fosil sesuai dengan ilmu pengetahuan terbaik yang ada, hingga menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap, hingga tidak menyertakan bahasa tentang bahan bakar fosil sama sekali.

Duta Iklim Prancis Stephane Crouzat mengatakan bahwa negara-negara seperti Arab Saudi merasa bahwa mereka dapat terus memproduksi bahan bakar fosil sembari membersihkan emisi dengan teknologi penangkap karbon yang baru.
"Kami merasa itu tidak realistis," kata Crouzat kepada Reuters.

Menteri Lingkungan Hidup Kanada Steven Guilbeault mengatakan bahwa ia yakin teks final akan mencakup kesepakatan mengenai bahan bakar fosil. "Meskipun tidak seambisius yang diinginkan beberapa pihak, ini akan tetap menjadi momen bersejarah," ujarnya.

Negara-negara lain mengatakan bahwa mereka bersikeras bahwa penghapusan bahan bakar fosil harus dipimpin oleh negara-negara kaya yang telah mengeksploitasi sumber daya mereka selama beberapa dekade.

"Setiap negara tidak bisa disamakan dalam hal transisi," kata Menteri Iklim Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad kepada Reuters.

Dengan negara-negara yang masih terpecah-belah, seorang perwakilan dari blok negara-negara berkembang G77+Cina yang kuat mengatakan bahwa bahasa "pengurangan/penghapusan" perlu ditulis ulang.

"Seluruh isu ini harus ditulis ulang," kata Paulo Pedroso, seorang Diplomat Kuba yang mewakili kelompok yang beranggotakan 134 negara berkembang ini.

"Masalahnya lebih kompleks," ujar Pedroso. Ia menambahkan bahwa negara-negara yang memiliki kemampuan lebih sedikit harus diberi lebih banyak waktu untuk beralih ke energi bersih, sementara negara-negara yang lebih kaya harus bergerak lebih cepat.

Kompromi juga harus mencakup peningkatan dukungan finansial dan teknologi untuk negara-negara berkembang dan miskin untuk membangun infrastruktur yang diperlukan, ujarnya.

"Ketika Anda hanya mengacu pada pengurangan, penghentian, hal itu terlihat sedikit di luar konteks karena orang-orang tidak mengerti apa yang Anda maksud," kata Pedroso.