Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Bambang Sudarmanta, mengembangkan teknologi rekayasa bioenergi. Pengembangan ini menghasilkan bahan bakar berbahan baku sampah.
Dosen Departemen Teknik Mesin ITS itu mengatakan sektor transportasi merupakan penyumbang emisi CO2 terbesar kedua setelah pembangkit listrik. Hal itu disebabkan ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil menjadi penyebabnya.
“Padahal bahan bakar fosil semakin lama semakin mahal dan sulit didapatkan,” kata Bambang dalam keterangan pers dikutip, Jumat (12/1).
Bambang mengatakan, solusi dari permasalahan ini terletak pada konservasi dan renewable energy. Untuk itu, ia mengembangkan bidang strategis dari kedua solusi tersebut adalah bioenergi.
“Bioenergi sendiri merupakan pemanfaatan sumber energi dari sumber-sumber hayati yang ada. Pemanfaatan bioenergi dapat memberi nafas lega bagi dunia,” ucapnya.
Bambang telah menggagas enam keterbaruan teknologi di bidang bioenergi. Salah satunya adalah keterbaruannya pada teknologi biogas.
Dia menuturkan, teknologi biogas merupakan teknologi konversi biomassa melalui proses fermentasi anaerobik. Biogas itu berbahan dasar kotoran dan limbah domestik yang menghasilkan gas metana berkalori tinggi yang aman bagi kendaran bermotor.
Bambang mengatakan, gas metana tersebut tercipta berkat penambahan proses pemanasan dan pengadukan pada reaktor biogas serta proses pemurnian menggunakan sistem filtrasi. “Dengan metode ini, produksi gas dapat lebih maksimal,” ujarnya.
Bahan Bakar Berbahan Baku Sampah
Keterbaruan selanjutnya terletak pada teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), yakni merupakan sebuah bahan bakar yang berbahan baku sampah dan dapat digunakan pada kendaraan bermotor. Bambang mengatakan, dirinya membuat perancangan terhadap sebuah mesin pembuatan RDF bernama Mobile Waste Screening and Shredding Machine.
Ia menuturkan, mesin ini dapat diwujudkan dengan memenuhi dua tahapan. Tahapan pertama adalah penyusunan basic machine design dan schematics drawing. Pada proses ini, dilakukan perancangan terhadap desain dari mesin sehingga ergonomis dan dapat berfungsi sesuai fungsinya.
Tahapan kedua adalah pembuatan prototype. Prototype yang dimaksud merupakan alat yang mampu mencacah sampah domestik. Dari pencacahan tersebut, dilakukan proses lanjutan yang dapat menciptakan RDF.
“Mesin ini mampu mendukung komitmen Indonesia mengenai green energy pada pertemuan G20 lalu,” katanya.
Bambang juga turut menyumbang keterbaruan pada teknologi gasifikasi, biodiesel, bioetanol, dan diesel dual fuel (DDF). Keenam keterbaruan teknologi miliknya itu dapat mendukung mimpi Indonesia dalam mewujudkan transportasi berkelanjutan.
Hal ini ditandai dari beragam produk penunjang yang diciptakan dari keterbaharuan teknologi yang dibuatnya. Salah satunya adalah mesin produksi bioetanol, RDF, dan teknologi kendaraan listrik.
Ia berharap dengan adanya keterbaruan teknologi tersebut, emisi CO2 di dunia dapat berkurang sehingga pemanasan global bisa ditekan habis.