Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mengeksekusi putusan pengadilan terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) pada 2015 yang menghanguskan hutan seluas 1.000 hektare (ha). Putusan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak beberapa tahun lalu.
Untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung, KLHK telah melakukan langkah-langkah eksekusi berikut ini:
- Pengajuan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 tanggal 26 Oktober 2021.
- Pengajuan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menghadiri pelaksanaan pemberian teguran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara pertama tanggal 27 April 2022 sampai dengan terakhir tanggal 14 September 2022, namun PT JJP tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara patut, bahkan pada tanggal 1 September 2022 PT JJP mengajukan upaya hukum PK yang kedua ke Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
- Pada tanggal 22 Oktober 2022 KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa ketidakhadiran dalam pemberian teguran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan pengajuan permohonan PK yang kedua menunjukkan PT JJP tidak mempunyai komitmen secara sukarela. Bahkan, PT JJP cenderung melakukan perlawanan-perlawanan hukum.
Ia telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk mempercepat eksekusi lewat koordinasi dengan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya, antara lain Kementerian ATR/BPN.
"Koordinasi itu untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi, hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi,” kata Rasio Sani dalam keterangannya, Senin (15/1).
Rasio Sani menuturkan KLHK tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan. “Komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas. Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK Jasmin Ragil Utomo mengatakan dari 19 kasus perkara perdata lingkungan hidup yang telah inkracht, 8 kasus telah menyetor ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejumlah Rp351,97 miliar. “Saat ini 11 perkara yang sudah inkracht sedang dalam proses eksekusi,” kata Jasmin Ragil.
Putusan perkara tersebut tertuang pada putusan MA No. 728 PK/PDT/2020 Jo. Putusan MA No. 1095 K/PDT/2028, Jo. Putusan PT DKI Jakarta No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI dan Jo. PN Jakarta Utara Bo. 108/Pdt.D/2015/PN/. JKT. Utr. Pelaksanaan eksekusi PT JJP terkait Karhutla antara lain;
- Menghukum PT JJP membayar ganti rugi materiil secara tunai melalui rekening Kas Negara sebesar Rp 7,2 miliar.
- Melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 hektare dengan biaya sebesar Rp 22,28 miliar sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun, PT JJP mengajukan upaya banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 108/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Pada tanggal 10 Maret 2017 Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus perkara No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI. dengan amar putusannya:
- Menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah Rp491,02 juta yang terdiri atas ganti rugi materiil Rp119,89 juta, tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp371,14 juta.
- Membayar uang paksa (dwangsom) sejumlah Rp25 juta per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.
Atas Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, PT JJP melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang selanjutnya pada tanggal 28 Juni 2018 Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus perkara No.1095 K/PDT/2018 dengan amar putusannya menolak permohonan Kasasi PT JJP.
PT JJP kemudian menempuh upaya hukum luar biasa/Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung No.1095 K/PDT/2018 ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PK PT JJP ditolak oleh Majelis Hakim MA pada tanggal 19 Oktober 2020 dengan putusan No. 728 PK/PDT/2020 dengan amar putusan menolak permohonan PK yang diajukan oleh PT JJP sehingga berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).