Prabowo - Gibran Akan Lanjutkan Food Estate, Sanggah Rusak Lingkungan

ANTARA FOTO/Sakti Karuru/Spt.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Bupati Keerom Piter Gusbager (kiri) usai memanen jagung di kawasan lumbung pangan (food estate) Kampung Wambes, Distrik Mannem, Keerom, Papua, Kamis (6/7/2023). Panen perdana di lahan lumbung pangan tersebut menghasilkan 7 ton per hektarnya melebihi standar nasional yakni 5,6 ton per hektar sehingga dapat memenuhi kebutuhan jagung nasional khususnya Indonesia Timur.
18/1/2024, 19.05 WIB

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan melanjutkan program food estate yang diinisiasi Presiden Joko Widodo. Hal itu dalam rangka mencapai target swasembada pangan.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, mengakui saat ini banyak yang  mengkritisi food estate karena menganggap merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

"Banyak yang kritis karena menganggap dananya dari Kemenhan,  dan semuanya Kemenhan," kata Drajad saat mengunjungi Kantor Katadata.co.id di Jakarta, Rabu (17/1).

Padahal, dia mengatakan, dana food estate saat ini masih berasal dari Kementerian Pertanian serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sementara dana dari Kemenhan tak bisa dikucurkan karena aturannya belum selesai. 

 "Aturannya sedang digodok, Kemenkopolhukan juga terlibat di situ," kata Drajad.

Dia mengatakan, aturan yang belum rampung tersebut menyebabkan penanaman di area food estate belum masif. Dia optimis penanaman akan lebih masif jika aturannya masih ada.

Sanggah Rusak Lingkungan

Drajad juga menyanggah jika program food estate merusak lingkungan.  Dia mengatakan food estate tidak menggunakan tanah hutan maupun gambut sehingga tak berdampak pada deforestasi.

"Jadi dampak kerusakan lingkungannya diminimalkan. Yang jelas bukan hutan yang ditebang, dan kalau ada gambutnya gak mungkin di situ bisa tumbuh padi, " ujarnya.

Dia mengatakan, produksi food estate juga tidak bisa langsung masif karena tanah Kalimantan relatif kering. "Tanahnya gak sebagus di JAwa, jadi butuh biaya tertentu. Gak bisa diharapkan hanya setahun saja," ujarnya.

Hasil investigasi Pantau Gambut, Walhi Kalimantan Tengah, dan BBC Indonesia menemukan ada masalah di 3.964 hektare (ha), yakni lahan kehilangan tutupan pohon tanpa hasil pangan singkong, pada tahun lalu. 

 

Selama Januari-Oktober 2022, tim tersebut menemukan ada 10 desa yang diindikasikan kehilangan tutupan pohon di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas. Desa Humbang Raya mencatatkan kehilangan terbesar hingga 459 ha, Pilang Munduk seluas 213 ha, dan Tumbang Jalemu 192 ha.