Bank Nasional RI Belum Ada yang Komitmen Hentikan Pembiayaan Batu Bara

ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk yang didatangkan dari Samarinda di Pelabuhan PLTU Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Kamis (4/1/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat alokasi penggunaan batubara dalam negeri pembangkit dan industri dalam lima tahun ke depan akan naik 165 juta ton menjadi 208,5 juta ton di tahun 2025 yang didominasi oleh pembangkit listrik.
26/1/2024, 09.03 WIB

Bank nasional di Indonesia belum ada yang memiliki komitmen kebijakan untuk menyetop pembiayaan batu bara dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Padahal, bank asing mulai menarik diri dari pendanaan ke sejumlah perusahaan batu bara.

 “Bank asing sudah punya, mereka bilang kami mendorong Net Zero Emissions (NZE) 2050 itu jelas bahwa kita akan mengurangi portofolio kredit pembiayaan batubara dan fosil sekian persen per tahun, dan di Indonesia belum,” ukata Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, Kamis (25/1). 

Hal itu sejalan dengan laporan BankTrack yang menyatakan bahwa bank-bank di Asia, termasuk Indonesia, tidak memiliki rencana untuk melakukan perpindahan portofolio dari fosil khususnya batubara dan PLTU.

BankTrack dalam laporannya mengkaji kebijakan batu bara dari 30 bank terbesar di Filipina, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan Thailand dengan total aset yang dikelola mencapai lebih dari US$ 8 triliun. Bank-bank terbesar di Asia terbukti tidak memiliki atau memiliki kebijakan pengecualian batu bara yang lemah.

Hal senada juga disampaikan Direktur eksekutif Indonesia CERAH, Agung Budiono. Ia mengatakan bank nasional kita belum bergerak untuk menghentikan pendanaannya di sektor fosil dan batu bara. 

“Sebenarnya bank kita tidak bergerak secara progresif soal pendanaan batu bara,” kata Agung.

Agung menuturkan, komitmen bank asing untuk hentikan pembiayaan batu bara perlu dianggap sebagai tren yang harus diikuti. Sayangnya, komitmen bank asing tersebut malah dianggap peluang oleh bank-bank nasional untuk menyalurkan pembiayaan.

"Padahal seharusnya perbankan nasional harus bisa melihat pembiayaan energi fosil ini khususnya PLTU sebagai sesuatu resiko di masa mendatang," ujar Agung.

Bank-bank Dunia Setop Pendanaan Proyek Batu Bara

Bank-bank dunia mulai menghentikan pendanaan terhadap proyek-proyek terkait dengan sektor batu bara di Indonesia. Pada 2022, Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris telah menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Standard Chartered telah mengakhiri hubungannya dengan Adaro Indonesia, anak perusahaan dari grup Adaro Energy, pada 26 April 2022. Langkah ini diambil setelah Standard Chartered berjanji untuk berhenti menyediakan layanan keuangan kepada perusahaan pertambangan dan pembangkit listrik yang memperoleh 100% pendapatan mereka dari batu bara termal.

Terbaru, bank terbesar Singapura, DBS, akan menghentikan pendanaan kepada perusahaan batu bara Indonesia, Adaro Indonesia.

“Eksposur kami terhadap anak perusahaan Adaro Energy di sektor batubara akan berkurang secara signifikan pada akhir  2022. Kami tidak berniat memperbarui pendanaan jika bisnis masih didominasi oleh batu bara termal,” kata juru bicara DBS beberapa waktu lalu. 

DBS berkomitmen untuk mengurangi eksposur batu-bara sampai dengan nol pada 2039. Saat ini, batu-bara dianggap sebagai industri yang akan hilang di masa depan (sunset), inilah yang mendorong pemilik dana meninggalkan batu-bara.

Menurut laporan Kementerian ESDM, batu bara dan minyak bumi masih mendominasi bauran energi Indonesia. Pada 2023, bauran batu bara dalam energi primer nasional mencapai 40,46%, dan minyak bumi 30,18%.

Reporter: Rena Laila Wuri