Jokowi Terbitkan Perpres CCS, Atur Penyimpanan Kabon Antar Negara

123RF.com/Dilok Klaisataporn
Indonesia menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
31/1/2024, 14.42 WIB

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang disahkan pada 30 Januari 2023. Perpres tersebut mengatur kegiatan penangkapan dan penyimpanan (carbon capture and storage/CCS) antar negara.

"Pepres ini bertujuan untuk memenuhi target kontribusi nasional menuju net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon," tulis beleid tersebut, dikutip Rabu (31/1).

Perpres ini mengatur komersialisasi CCS baik di luar hulu migas, seperti industri dan smelter. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berperan memberikan izin operasi penyimpanan setelah pemegang izin eksplorasi memenuhi persyaratan.

Selain itu, Perpres ini juga mengatur pengangkutan penyelenggaraan CCS lintas negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 45 ayat 1. Hal itu dilakukan melalui perjanjian kerja sama bilateral antar negara.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan Perpres tersebut, akan memberikan kesempatan industri untuk melakukan CCS ke Wilayah Kerja Injeksi, yaitu wilayah yang dikhususkan untuk penginjeksian emisi CO2. Selain itu, dengan perpres itu juga akan dimungkinkan untuk melakukan cross border CO2.

"Jadi misalkan suatu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memiliki partner dari suatu negara tertentu yang banyak produksi CO2-nya tapi tidak punya area untuk diinjeksikan, itu bisa dari luar negeri dibawa ke Indonesia," jelasnya.

Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra mengungkapkan untuk skema cross border bukan berarti dari luar negeri bisa langsung mengirimkan CO2 ke Indonesia untuk diinjeksikan. Melainkan ada mekanisme yang harus dipenuhi terlebih dahulu, seperti dengan menjalin kerja sama antar pemerintah yang dituangkan dalam perjanjian internasional.

"Setelah ada kesepakatan Goverment to Goverment baru nanti ditindaklanjuti dengan perusahaan melalui Busines to Business, dan menekankan bahwa pengangkutan CO2 ini dari luar tidak menambah inventori dari GRK nasional jadi tetap itu adalah menjadi tanggung jawab dari negara tersebut," jelasnya.

Dalam draf Perpres, sambung Mirza, telah disepakati bahwa yang bisa melakukan cross border untuk injeksi CO2 di Indonesia, adalah industri-industri yang sudah memiliki afiliasi atau sudah melakukan investasi di Indonesia. 

Reporter: Rena Laila Wuri