Cina Tambah Kapasitas PLTU, Target Iklim Terancam Meleset

Pexels
Cina menyetujui penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 114 gigawatt (GW) pada tahun 2023, naik 10% dari tahun sebelumnya.
Penulis: Hari Widowati
22/2/2024, 11.33 WIB

Cina menyetujui penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 114 gigawatt (GW) pada tahun 2023, naik 10% dari tahun sebelumnya. Sebuah riset menunjukkan negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia ini berisiko gagal mencapai target iklimnya setelah menyetujui puluhan pembangkit listrik batu bara baru.

Untuk menurunkan emisi pemanasan iklim hingga mencapai puncaknya pada tahun 2030, Cina telah berjanji untuk "mengontrol secara ketat" kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru. Cina juga telah menghubungkan sejumlah pembangkit listrik tenaga angin dan surya ke jaringan listriknya.

Namun, setelah gelombang kekurangan pasokan listrik pada tahun 2021, Cina memulai ledakan perizinan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang dapat memperlambat transisi energinya. Hal ini diungkapkan oleh Global Energy Monitor (GEM) yang berbasis di Amerika Serikat dan Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berbasis di Helsinki.

Cina telah menyetujui 218 GW pembangkit listrik tenaga batu bara baru hanya dalam waktu dua tahun. Listrik yang dihasilkan oleh PLTU itu cukup untuk memasok listrik ke seluruh Brasil.

Analisis GEM dan CREA menunjukkan konstruksi PLTU batu bara baru sebesar 70 GW dimulai tahun lalu, naik dari 54 GW tahun sebelumnya. PLTU batu bara dengan kapasitas 47 GW mulai beroperasi pada 2023, naik dari 28 GW di tahun 2022.

"Tindakan drastis diperlukan untuk memenuhi target intensitas karbon dan energi tahun 2025, dan Cina juga dapat berjuang untuk memenuhi target untuk meningkatkan pangsa bahan bakar non-fosil dalam bauran energi totalnya menjadi 20% pada tahun 2025," tulis GEM dan CREA dalam riset tersebut, seperti dikutip Reuters, Kamis (22/2).

Cina telah berjanji untuk mulai mengurangi konsumsi batu bara selama periode 2025-2030. Namun, para pengembang PLTU justru membangun kapasitas baru sebanyak mungkin sebelum tahun 2025.

Total kapasitas listrik Tiongkok sudah cukup untuk memenuhi permintaan domestik. Akan tetapi, jaringan listriknya yang tidak efisien tidak dapat menyalurkan listrik ke tempat yang dibutuhkan, terutama melintasi perbatasan provinsi, sehingga mendorong lebih banyak pembangunan pembangkit listrik.

CREA sebelumnya telah memperkirakan bahwa emisi karbon Cina akan turun tahun ini, dengan tingkat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga batu bara yang kemungkinan akan turun secara signifikan karena lebih banyak energi bersih yang terhubung ke jaringan listrik.

"Hal ini berisiko menimbulkan masalah keuangan yang signifikan bagi operator pembangkit listrik tenaga batu bara dan berpotensi menghambat transisi energi," ujar Lauri Myllyvirta, kepala analis CREA. Oleh karena itu, kontradiksi ini harus diselesaikan agar Cina dapat merealisasikan pengurangan emisi yang diperlukan untuk menuju netralitas karbon.