Indonesia tercatat memiliki 27.631 unit Bank Sampah dengan total omzet Bankrata-rata Rp 2,8 miliar per bulan. Bank Sampah tersebut mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan ribu orang; dan mengumpulkan 136.860 ton sampah.
Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vinda Damayanti Ansjar, mengatakan keseriusan pemerintah tercermin dalam negosiasi penyusunan International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution. Ini merupakan instrumen internasional yang memiliki ketentuan mengikat untuk menganggulangi permasalahan polusi plastik.
Namun, dia mengatakan, Indonesia telah memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, yang salah satunya adalah mewajibkan produsen untuk menyusun langkah-langkah mengurangi sampah plastik yang berasal dari produk dan kemasannya. Hal itu diatur melalui PermenLHK Nomor 75 Tahun 2019.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meredesain produk, kemasan produk serta wadahnya dan juga menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR). Dengan EPR ini, produsen mengambil kembali plastik pasca konsumsi untuk didaur ulang kembali menjadi produk kembali atau produk lain sehingga sistem ekonomi sirkular dapat berjalan.
"Untuk penerapan ekonomi sirkular, produsen dapat bekerja sama dengan Bank Sampah, TPS3R, industri daur ulang, sehingga dari pengelolaan sampah plastik ini dapat menghasilkan nilai ekonomi yang menjanjikan," ujarnya di Hari Peringatan Peduli Sampah Nasional di Jakarta, Senin (4/3).
Unilever Bina 4.000 Bank Sampah
Sementara itu, Unilever Indonesia telah membina 4.000 Bank Sampah di 50 kabupaten/kota yang tersebar di 11 provinsi. Jumlah pengumpulan sampah anorganik dari Bank Sampah binaan Unilever dan jaringannya mencapai lebih dari 28.633 ton pada 2022.
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation, Maya Tamimi, mengatakan kemitraan ini telah membawa banyak kemajuan bagi masyarakat dan lingkungan. Dari segi ekonomi, penjualan sampah plastik yang dilakukan mitra pengumpulan telah ikut membantu perekonomian dan kesejahteraan mereka.
"Di sisi sosial, kegiatan pengumpulan sampah turut mendorong partisipasi masyarakat, mendukung keguyuban komunitas, bahkan mengembangkan sosok kepemimpinan perempuan di berbagai titik Bank Sampah," ujarnya di Jakarta, Senin (4/3).
Berkah dari Bank Sampah turut dirasakan oleh Sri Endarwati, Direktur Bank Sampah Induk GESIT yang menjadi binaan Unilever Indonesia. Endar mengatakan, sampah mengubah hidupnya dan teman-temannya karena ‘keuntungan’ yang didapatkan sangat banyak.
"Kami bisa beramal, menjaga lingkungan, mempererat hubungan antar komunitas, hingga memperluas koneksi," ujarnya.
Dia mengatakan, Bank Sampah Induk GESIT saat ini memiliki 250 Bank Sampah anggota, dan setiap harinya menerima berbagai macam jenis sampah dari 10 Kecamatan di wilayah Jakarta Selatan. Jenis sampah yang paling banyak kami kumpulkan adalah sampah plastik, yang per bulannya bisa berkisar mencapai 8 ton atau jika dikonversikan kurang lebih senilai Rp270 juta.
Di kunjungan hari ini, Unilever Indonesia juga menyosisalisikan “U-Refill”, sistem isi ulang yang hadir di Bank Sampah binaannya. Sistem ini adalah contoh penerapan ekonomi sirkular yang mengedepankan pentingnya perilaku bijak sampah, yaitu penggunaan kembali dan daur ulang, serta pengurangan penggunaan plastik.
Di 817 titik gerai yang berpartisipasi, termasuk di Bank Sampah, konsumen dapat membeli produk Rinso, Sunlight dan Wipol tanpa kemasan. Mereka cukup membawa kemasan bekas atau kosong untuk diisi ulang, dan membeli produk dengan harga yang lebih ekonomis.