Studi IESR: UKM Sumbang Sepertiga Emisi Karbon Industri di Indonesia
Studi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat Usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 216 juta ton CO2 setiap tahunnya. Jumlah tersebut merupakan sepertiga dari total emisi dari sektor industri di Indonesia.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan sektor industri secara keseluruhan berkontribusi menyumbang emisi sebesar 420 juta ton CO2 setiap tahunnya. Ia memperkirakan angka ini akan bertambah jika tidak ada tindakan yang sesuai untuk menekan emisi yang dikeluarkan sektor industri.
“Komitmen untuk melakukan transisi menuju industri yang berkelanjutan adalah sebuah keharusan dalam rangka mengendalikan dan membatasi emisi gas rumah kaca," kata Fabby dalam webinar bertajuk Peluang Dekarbonisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia dan Pembelajaran dari Pengalaman Global, secara daring, Kamis (13/3).
Oleh karena itu, komitmen tersebut akan membatasi emisi hingga 31,89-43,2% lebih rendah dari tingkat business-as-usual di 2030.
Fabby mengatakan, emisi dari sektor UKM seringkali juga terabaikan. Dimana, sektor UKM ternyata dapat menghasilkan emisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor industri yang lebih besar.
“Setelah melakukan studi ditemukan bahwa emisi gas rumah kaca dari konsumsi energi oleh UKM mecapai 216 juta ton CO2 ini setara dengan emisi yang dihasilkan oleh sektor industri secara nasional,” ucapnya.
Fabby menjabarkan 95% emisi yang dihasilkan UKM berasal dari pembakaran fosil dan sisanya 5% berasal dari sampah. Tiga penyumbang emisi terbesar adalah UKM di sektor manufaktur, perdagangan, dan jasa.
Ia mengatakan, daerah penyumbang emisi terbesar di sektor UKM yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). UKM di Indonesia tidak memiliki pilihan lagi selain menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas utamanya.
Dekarbonisasi Industri Indonesia Masih di Tahap Awal
Hasil kajian World Resouces Institute (WRI) Indonesia menunjukkan sebesar 74,5% emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia berasal dari sektor industri Indonesia. Hal itu salah satunya disebabkan karena dekarbonisasi yang dilakukan oleh industri di Indonesia masih dalam tahap awal.
Sustainable Business and Net Zero Analyst WRI Indonesia, Nada Zuhaira, mengatakan perusahaan di Indonesia masih menghitung emisi gas GRK dalam tahap Scope 1. Itu artinya, perusahaan baru menghitung emisi yang dikeluarkan secara langsung.
Sebagian perusahaan juga ada yang sudah mencapai scope 2, yaitu menghitung emisi yang dikeluarkan perusahaan secara tidak langsung, seperti penggunaan listrik. Namun, belum ada perusahaan yang mencapai tahap Scope 3.
“Scope 3 itu masih jauh dari realita dari cita-cita kita,” ujarnya dalam Media Coaching Workshop “Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia: Tantangan dan Peluang” di Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Senin (26/2).
Scope 3 artinya perusahaan tersebut sudah menghitung emisi yang dikeluarkan secara tidak langsung di seluruh rantai nilainya. Dengan demikian, perusahaan juga harus memperhitungkan emisi mulai dari pemasok bahan bakunya.