Ini 8 Rekomendasi IBC ke OJK untuk Pengembangan Pasar Karbon Indonesia

Katadata
Indonesian Business Council (IBC) menyerahkan delapan rekomendasi untuk pengembangan pasar karbon di Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penulis: Hari Widowati
20/3/2024, 05.15 WIB

Indonesian Business Council (IBC) menyerahkan delapan rekomendasi untuk pengembangan pasar karbon di Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Chief Executive Officer (CEO) IBC Sofyan Djalil mengatakan pasar karbon akan menjadi kekuatan dan komponen penting dalam peningkatan daya saing Indonesia.

"Kesuksesan pasar karbon akan sangat ditentukan oleh dunia usaha Indonesia sebagai pelaku langsung. IBC telah melakukan riset dan menyusun rekomendasi tentang membangun pasar karbon yang inovatif, kompetitif, dan berdampak," ujar Sofyan dalam diskusi Expanding Indonesia's Carbon Market: Opportunities for Economic Growth and Sustainability, yang diselenggarakan IBC dan Katadata, di Jakarta, Selasa (19/3).

Berikut ini detail rekomendasi IBC untuk pengembangan pasar karbon di Indonesia.
Rekomendasi jangka pendek:
1. Mengembangkan Pusat Pengetahuan Pasar Karbon
2. Meningkatkan sistem registrasi nasional pengendalian perubahan iklim sehingga terintegrasi secara nasional
3. Mendorong sektor publik untuk menentukan dan menghitung batas emisi di tingkat entitas
4. Melengkapi para pelaku industri dengan peluang pendanaan dan hibah fasilitas pendanaan dari Indonesia Environment Fund (IEF) dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)
5. Pengakuan industri melalui pertukaran karbon dan taksonomi hijau ehingga partisipasi pasar karbon lebih efektif

Rekomendasi jangka menengah dan jangka panjang:
1. Penunjukan pemimpin industri dan membentuk tim akselerasi untuk menentukan strategi pasar karbon Indonesia
2. Mengembangkan peta jalan (roadmap) perdagangan karbon yang secara komprehensif memetakan rantai pasokan
3. Mengkaji ulang Peta Jalan Perdagangan Karbon, Peta Jalan Bursa Karbon, dan Peraturan OJK tentang Bursa Karbon

"Bagi dunia, pasar karbon menawarkan prospek yang menjanjikan untuk mengembangkan ekosistem ekonomi yang tangguh, di mana industri dapat memperoleh manfaat dari upaya mereka untuk memulihkan lingkungan melalui strategi mitigasi dan adaptasi," ujar Sofyan. Bagi Indonesia, pasar karbon juga menjadi jalan untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah menjadi komitmen dalam Paris Agreement.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan implementasi perdagangan karbon yang diwujudkan melalui bursa karbon menjadi target penting berbagai negara di dunia. Dalam lima tahun terakhir, berbagai bursa karbon telah didirikan sejumlah negara seperti Malaysia, Cina, Korea Selatan, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa.

Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, Inarno mengatakan, saat ini telah terdaftar 52 pengguna jasa pada bursa karbon yang berasal dari sektor energi, kehutanan, lembaga jasa keuangan, konsultan, dan sektor lainnya. Hingga 18 Maret 2024, total akumulasi volume transaksi mencapai 501.956 ton CO2e dengan nilai Rp 31,36 miliar. Dari total transaksi itu, sebanyak 182.293 ton CO2e juga telah dilakukan retired melalui Bursa Karbon.

"Kami berharap Bursa Karbon dapat menjadi salah satu pusat perdagangan karbon di dunia melalui penyiapan institutional framework, seperti kerangka pengaturan dan kesiapan infrastruktur teknologi, sejalan dengan Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK)," kata Inarno.

Indonesia Harapkan Ada Mutual Recognition untuk Bursa Karbon

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi mengatakan perdagangan karbon di Indonesia harus memenuhi Instrumen Tata Kelola Karbon. Ini berarti kredit karbon yang diperdagangkan di Bursa Karbon harus tercatat dan tertelusur pada Sistem Registry Nasional Pengendalian dan Perubahan Iklim (SRN PPI), sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV), penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca, dan otorisasi serta corresponding adjustment.

"Ada beberapa prinsip agar ekosistem yang kita kembangkan berintegritas, inklusif, transparan, dan berkeadilan. Kita punya SRN yang inline dengan international registry yang nanti akan dibangun UNFCCC," ujar Laksmi. Selain itu, Indonesia sudah punya MRV yang sesuai dengan standar UNFCCC sehingga lebih mudah bagi Indonesia untuk bekerja sama dengan berbagai pihak.

"Indonesia juga sudah punya crediting scheme SPE GRK yang kita siapkan untuk bisa lakukan mutual recognition dengan crediting scheme yang sekarang sudah ada," tambah Laksmi.

Insentif Fiskal Pengembangan Bursa Karbon

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin mengatakan pemerintah menyiapkan insentif untuk pengembangan pasar karbon. "Kementerian Keuangan masih menyusun kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) dan PNBP atas perdagangan karbon yang wajar dan proporsional," kata Masyita.

Aturan teknis ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan, terjangkau, dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. "Kita punya banyak instrumen untuk membangun ekosistem carbon market. OJK bersama Kemenkeu juga sedang membangun ekosistem transition finance, kami sedang memasukkan transition ini ke dalam taksonomi," ujarnya.

Ada banyak opsi untuk pembiayaan iklim di mana setiap instrumen memiliki karakter yang berbeda. "Carbon market juga punya peraturan yang berbeda, sehingga kolaborasi antara dunia usaha, regulator, dan penyelenggara bursa serta dari sisi demand dan supply harus terus kita jaga," kata Masyita.