Sekelompok negara Uni Eropa yang dipimpin oleh Austria menyerukan revisi mendesak terhadap Undang-Undang Anti-deforestasi yang akan mulai berlaku pada akhir tahun ini. Mereka mengatakan undang-undang tersebut dapat merugikan para petani Eropa.
Undang-undang Uni Eropa tersebut bertujuan untuk membasmi deforestasi dari rantai pasok daging sapi, kedelai, dan produk pertanian lainnya yang dijual di Eropa. Tujuan dari UU ini adalah agar konsumen Eropa tidak ikut berkontribusi terhadap kerusakan hutan global dari Amazon, Brasil hingga hutan-hutan di Asia Tenggara.
Aturan-aturan tersebut juga berlaku bagi para petani Eropa, yang akan dilarang mengekspor produk yang dibudidayakan di hutan yang mengalami deforestasi atau terdegradasi.
"Tujuan keseluruhan yang disepakati untuk mengatasi deforestasi di negara-negara ketiga tidak boleh merugikan ekonomi Eropa, khususnya sektor pertanian dan kehutanan Eropa," demikian kutipan dari dokumen yang juga ditandatangani oleh Finlandia, Italia, Polandia, Slovakia, Slovenia, dan Swedia, sebagaimana dilaporkan Reuters, Senin (25/3).
Para pemimpin Uni Eropa dalam beberapa minggu terakhir telah melonggarkan berbagai kebijakan lingkungan dalam upaya untuk memadamkan protes berbulan-bulan yang dilakukan oleh para petani yang marah. Beberapa kelompok petani mengkritik kebijakan-kebijakan ramah lingkungan di blok tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan.
Para menteri pertanian negara-negara Uni Eropa akan membahas dokumen tersebut dalam sebuah pertemuan di Brussels, pada Selasa (26/3). Dalam dokumen tersebut, negara-negara Uni Eropa mengatakan bahwa produsen di negara-negara yang berisiko rendah harus dibebaskan dari persyaratan tersebut.
Negara-negara yang berisiko rendah mencakup banyak anggota Uni Eropa. Sementara itu, beban untuk mensertifikasi produk sebagai produk yang bebas dari deforestasi harus "dikurangi secara drastis" di Uni Eropa.
Dengan berlakunya undang-undang ini, para petani yang beralih dari metode konvensional ke metode organik mungkin perlu memperluas areal lahan mereka. Namun, mereka tidak disarankan untuk melakukannya di negara-negara Uni Eropa yang kaya akan hutan, demikian kutipan dokumen tersebut.
Sistem informasi Uni Eropa untuk melacak kepatuhan tidak siap untuk diimplementasikan ketika undang-undang tersebut seharusnya mulai berlaku pada 30 Desember 2024. Komisioner lingkungan hidup Uni Eropa Virginijus Sinkevicius mempertanyakan waktu pengaduan atas UU yang telah disetujui oleh negara-negara Uni Eropa dan para anggota parlemennya pada tahun lalu.
"Sangat aneh, 100 hari sebelum pemilihan, tiba-tiba kami menemukan masalah dalam undang-undang yang telah kami diskusikan selama 2,5 tahun," kata Sinkevicius dalam sebuah konferensi pers, pada Senin (25/3). Ia mengacu pada pemilihan Parlemen Uni Eropa yang akan datang pada bulan Juni.