Indonesia Diprediksi Alami La Nina Tahun Ini, Kapan dan Apa Dampaknya?
Fenomena El Nino di Indonesia diperkirakan akan berakhir dan berganti menjadi anomali cuaca lainnya yaitu La Nina. Fenomena iklim El Nino dan La Nina memicu cuaca ekstrim yang menyebabkan gagal panen.
La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya. Fenomena ini menyebabkan suhu permukaan laut di wilayah tersebut mengalami penurunan, sehingga udara terasa lebih dingin dari biasanya.
Di sisi lain, suhu permukaan laut di perairan Indonesia menghangat. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan awan hujan dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan fenomena El Nino akan menuju netral di bulan Mei, Juni atau Juli 2024. Dengan demikian, Indonesia secara berangsur-angsur akan memasuki peningkatan curah hujan.
Menurut prediksi BMKG, La Nina akan mencapai puncak pada sekitar Juli 2024. Kemudian, terus mengalami penurunan pada periode bulan Agustus hingga September 2024.
Beberapa wilayah yang diprediksi mengalami hujan tahunan di atas normal meliputi sebagian kecil Aceh, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat dan Papua bagian utara.
Meski terkesan lebih 'basah', namun ada beberapa wilayah yang berpotensi tetap mengalami kekeringan karena secara iklim memiliki curah hujan rendah. "Wilayah ini sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian selatan," kata dia.
Dampak La Nina
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan potensi jumlah curah hujan tahunan yang melebihi rata-rata atau melebihi batas normal, berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Ardhasena menyebutkan pemerintah dapat meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir. Hal itu seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.
Di daerah-daerah yang berpotensi tetap mengalami kekeringan, kata dia, pemerintah dapat mengantisipasi dengan memastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.
Awal Musim Kemarau Bakal Mundur di 17 Wilayah
Sebelumnya, BMKG memprediksi awal musim kemarau 2024 akan mundur di sebagian besar wilayah Indonesia. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Juli dan Agustus 2024.
Ia mengatakan, sebanyak 40% zona musim wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau yang telat dibandingkan dengan rerata klimatologi 30 tahun terakhir, yakni periode 1991 hingga 2020,
"Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim Kemarau 2024 di Indonesia diprediksi mundur pada 282 zona musim atau ZOM (40%), sama pada 175 ZOM (25%), dan maju pada 105 ZOM (15%)," kata Dwikorita dalam Konferensi Pers Awal Musim Kemarau di Kantor BMKG di bilangan Kemayoran, Jakarta, Jumat (15/3).
Berikut wilayah yang awal kemaraunya diprediksi mundur: Sebagian Sumatra Utara
- Sebagian Riau
- Lampung
- Banten
- Jakarta
- Jawa Barat
- DI Yogyakarta
- Jawa Timur
- Sebagian besar Kalimantan
- Sebagian Bali
- Nusa Tenggara Barat
- Sebagian Nusa Tenggara Timur
- Sebagian Sulawesi Tenggara
- Sebagian Sulawesi Barat
- Sebagian besar Sulawesi Tengah
- Gorontalo
- Sebagian Maluku.