Parlemen Eropa menyetujui undang-undang (UU) yang akan melarang kemasan plastik sekali pakai tertentu, seperti botol sampo mini di hotel dan kantong plastik tipis untuk bahan makanan. Undang-undang ini sebagai upaya Uni Eropa untuk menekan limbah kemasan yang terus meningkat.
Menurut data terbaru, limbah kemasan tahunan Uni Eropa tumbuh sekitar 25% pada 2021, mencapai 84 juta ton. Di sisi lain, pertumbuhan tingkat daur ulang limbah kemasan di Eropa tidak bisa menyeimbangkan angka tersebut. Limbah kemasan Eropa diperkirakan akan terus meningkat tanpa tindakan tambahan.
Aturan ini akan memperkenalkan perubahan besar pada jenis kemasan yang diizinkan untuk digunakan oleh perusahaan makanan dan minuman, restoran, serta ritel online.
Undang-undang ini juga memuat larangan barang kemasan plastik sekali pakai untuk buah dan sayuran, bumbu di restoran cepat saji, kantong plastik tipis untuk bahan makanan, dan botol kosmetik mini di hotel di UE mulai 2030,
Negara-negara di Eropa juga akan diwajibkan untuk menerapkan sistem pengembalian kemasan sekali pakai berupa botol dan kaleng plastik sebesar 90 persen per tahun. Aturan itu akan diimplementasikan mulai 2029.
Distributor minuman juga harus memastikan 10% produk mereka berada dalam kemasan yang dapat digunakan kembali mulai 2030, kecuali produk anggur. Gerai makanan take-away akan diwajibkan memberikan pelanggan pilihan untuk membawa cangkir atau wadah makanan mereka sendiri yang dapat digunakan kembali.
Akan tetapi, beberapa anggota parlemen Uni Eropa masih keberatan atas aturan tersebut. Sedangkan, negara-negara termasuk Italia dan Finlandia mengajukan pengecualian untuk industri lokal mereka.
"Celah terbesar, kebanyakan dari mereka menyangkut kemasan berbasis kertas," kata Juru kampanye di kelompok nirlaba Zero Waste Europe, Larissa Copello, dikutip dari Reuters, Kamis (25/4).
Sementara itu, kelompok industri mengatakan UU ini meninggalkan terlalu banyak ruang gerak bagi negara-negara anggota untuk mereka memenuhi target. Dengan demikian, setiap negara berpotensi menerapkan UU ini dalam aksi yang berbeda.
"Kami mulai melihat terlalu banyak tindakan berbeda. Dan ini bukan hanya buruk untuk bisnis, tetapi benar-benar untuk ekonomi sirkular," kata Sekretaris Jenderal Grup Industri Pengemasan Europen, Francesca Stevens.
Di Indonesia, sampah plastik juga menjadi masalah yang belum terselesaikan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat timbulan sampah plastik terus naik setiap tahunnya selama satu dekade terakhir,